JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi mengatakan, upaya diplomasi dengan Filipina terus dilakukan sebagai upaya membebaskan tujuh warga negara Indonesia yang disandera oleh kelompok Abu Sayyaf.
Retno mengaku akan segera terbang ke Filipina untuk bertemu dengan Menteri Luar Negeri Filipina yang baru saja dilantik.
"Kami terus menjalin komunikasi karena pada saat pembebasan yang dulu. Komunikasi yang intensif antara saya dengan Menlu sangat membantu dalam upaya pelepasan sandera," kata Retno, seusai melaporkan upaya pembebasan sandera kepada Presiden Joko Widodo, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (29/6/2016).
Pertemuan dengan Menlu Filipina akan dilakukan pada 1 Juli mendatang, atau hanya satu hari setelah Presiden dan kabinet baru Filipina dilantik pada 30 Juni.
Menlu yakin Pemerintah Filipina yang baru akan tetap bisa diajak bekerja sama dalam upaya pembebasan sandera ini.
"Saya yakin komitmen akan sama. Makanya dari hari pertama pemerintah dilantik, kami ada di sana untuk menjalin networking, komunikasi dengan pemerintah baru agar tidak ada jeda soal kasus sandera ini," tambah Retno.
Sebelum pertemuan pada 1 Juli mendatang, lanjut Retno, Kemenlu juga sebelumnya sudah menerjunkan diplomat senior ke Filipina untuk berkomunikasi dengan pemerintah dan berbagai pihak terkait di sana.
Tujuh WNI disandera oleh kelompok bersenjata Filipina. Penyanderaan terhadap ABK tugboat Charles 001 dilakukan sebanyak dua kali.
Penyanderaan pertama dilakukan terhadap tiga orang, yaitu Kapten Fery Arifin (nahkoda), Muhammad Mahbrur Dahri (KKM) dan Edy Suryono (Masinis II).
Selang 1,5 jam kemudian, terjadi penyanderaan kedua terhadap empat ABK lainnya oleh kelompok berbeda, yaitu Ismail (Mualim I), Robin Piter (Juru Mudi), Muhammad Nasir (Masinis III) dan Muhammad Sofyan (Oilman).
Sebelumnya, 10 WNI ABK kapal tunda Brahma 12 disandera kelompok Abu Sayyaf dan dibebaskan pada awal Mei 2016.
Kemudian, empat ABK kapal Tunda Henry juga disandera kelompok Abu Sayyaf dan dibebaskan pada pertengahan Mei 2016.