JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi I DPR RI, TB Hasanuddin, menilai TNI masih lemah dalam menghimpun data intelijen terkait penyanderaan tujuh warga negara Indonesia (WNI) di Laut Sulu, Filipina, Senin (20/6/2016) lalu.
Hasanuddin menganggap pernyataan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo yang membantah adanya penyanderaan WNI di Filipina merupakan suatu kesimpulan yang terlalu cepat.
"Saya melihatnya, pada saat itu beliau belum memegang data, makanya mengatakan kabar penyanderaan adalah bohong. Seharusnya kalau belum pegang data, ya jangan disimpulkan dulu, tapi diverifikasi dulu," ujar Hasanuddin saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (25/6/2016).
Hasanuddin menambahkan, ke depannya TNI tak boleh mengulangi hal yang sama. Dia pun meminta TNI dan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) berkoordinasi secara intensif untuk meminimalisasi miskoordinasi dalam menangani masalah penyanderaan ini.
"Saya memahami bahwa dalam kejadian ini memang ada jeda informasi yang diterima oleh TNI atau Kemenlu, karena biasanya sandera baru disuruh menghubungi pemerintahnya oleh perompak saat sudah dibawa ke suatu pulau, jadi tidak langsung di kapal," kata Hasanuddin.
"Tapi kalau belum pegang data ya jangan langsung disimpulkan, verifikasi dulu. Kalau dalam hal ini, TNI memang harus koordinasi sama Kemenlu untuk menghubungi Pemerintah Filipina, jangan langsung disimpulkan," papar Hasanuddin.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri RI Retno LP Marsudi membenarkan terjadi penyanderaan terhadap tujuh warga Indonesia oleh kelompok bersenjata asal Filipina. Tujuh WNI tersebut merupakan anak buah kapal (ABK) TB Charles 001 dan kapal tongkang Robi 152.
Retno mengatakan, informasi soal penyanderaan itu diterimanya pada Kamis lalu.
"Pada 23 Juni 2016 sore, kami mendapatkan konfirmasi telah terjadi penyanderaan terhadap ABK WNI Kapal tugboat charles (TB Charles) 001 dan kapal tongkang Robi 152," kata Retno, dalam jumpa pers di Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Jumat kemarin.
Retno menyebutkan, penyanderaan tersebut terjadi di Laut Sulu. Penyanderaan, lanjut dia, terjadi dalam dua waktu berbeda pada 20 Juni 2016.
"Pada 20 juni 2016, yaitu pada sekira pukul 11.30 waktu setempat. Dan yang kedua sekitar pukul 12.45 waktu setempat oleh dua kelompok bersenjata yang berbeda," kata Retno.