Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyiksaan Masih Jadi Bagian dari Penegakan Hukum Pidana di Indonesia

Kompas.com - 25/06/2016, 17:08 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Supriyadi Eddyono, menilai Indonesia telah gagal melakukan pencegahan dan penanganan kasus-kasus penyiksaan dalam penegakan hukum pidana.

Indonesia telah menjadi bagian dari komunitas dunia sejak meratifikasi konvensi anti-penyiksaan pada 1998 dan telah berkomitmen untuk turut serta dalam memerangi praktik penyiksaan. Pada hari Minggu (26/6/2016) besok, masyarakat internasional akan memperingati hari anti-penyiksaan sedunia.

"Namun setelah 18 tahun pasca-ratifikasi, Indonesia belum berhasil memperbaiki dan menekan secara minimal praktik-praktik penyiksaan," tulis Supriyadi dalam keterangan persnya, Sabtu (25/6/2016).

Tahun 2016 ini, hasil update menunjukkan bahwa Indonesia tidak berhasil melakukan pencegahan dan penanganan atas kasus-kasus penyiksaan, termasuk lemahnya sistem hukum melawan praktik penyiksaan. Sampai saat ini pemerintah Indonesia bahkan lalai melaporkan situasi dan perkembangan pencegahan penyiksaan di Indonesia ke forum PBB yang jatuh tempo sejak 2011.

Komite Anti Penyiksaan di PBB sudah sejak lama mengeluarkan permintaan agar Indonesia memenuhi kewajibannya melaporkan situasi penyiksaan di Indonesia kepada Komite Anti penyiksaan PBB. Supriyadi menambahkan, tidak adanya data resmi dari komisi atau lembaga yang secara konsisten melakukan monitoring atas kasus-kasus penyiksaan di Indonesia menunjukkan minimnya komitmen Indonesia dalam meminimalisir praktik penyiksaan.

Komnas HAM yang termasuk salah satu lembaga pemilik mandat tersebut bahkan dinilai gagal memberikan laporan periodik yang konsisten atas kasus penyiksaan di Indonesia.

Berdasarkan pemantauan ICJR tahun 2016 (Januari-Juni), terdapat sedikitnya 18 kasus penyiksaan. Dari jumlah tersebut kasus yang terjadi berada di 3 yurisdiksi yakni di tahap penyidikan oleh kepolisian, lembaga pemasyarakatan (lapas), dan militer.

"Kami menduga praktik penyiksaan menjadi fenomena gunung es yang tidak terungkap, karena bisa jadi jumlahnya lebih banyak dari yang dilaporkan," lanjut Supriyadi.

Ia menambahkan, dari 18 kasus tersebut, terdapat 3 korban yang meninggal dunia, diduga akibat tindak penyiksaan, dan 15 korban selainnya didapati luka ringan, luka berat, diintimidasi dan direndahkan martabatnya sebagai manusia.

Masih terkait 18 kasus tersebut, terdapat 3 orang yang masih berusia anak, 2 anak diantaranya diduga terlibat dalam jaringan teroris, dan 1 anak lainnya divonis hakim terlibat dalam kasus pembunuhan berencana.

Supriyadi memaparkan, berdasarkan 18 kasus penyiksaan tersebut, praktek penyiksaan paling banyak dilakukan saat tahap penangkapan yaitu sebanyak 11 orang (kasus).

"Sedangkan yang dilakukan pada masa penahanan yaitu 6 orang dan 1 orang saat di lembaga pemasyarakatan (narapidana), itu pun dalam kondisi hingga tewas," papar Supriyadi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Nasional
Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Nasional
2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

Nasional
Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com