Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Politisi Nasdem Minta "Teman Ahok" Memfilter Dukungan agar Tak Ada "Penyusup"

Kompas.com - 23/06/2016, 15:51 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Fraksi Nasdem, Johnny G Plate meminta agar "Teman Ahok" melakukan penyaringan dalam merekrut orang-orang untuk ditarik menjadi anggota agar tak disusupi kader partai politik tertentu.

Terlebih jika kader yang "menyusup" tersebut bukan berasal dari partai politik pendukung bakal calon Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Jika tidak, maka akan bertentangan dengan partainya sendiri.

"Terkait masalah Teman Ahok, kami minta ada filtrasi yang ditanamkan atau dipasang. Jangan ada politik bumi hangus," ujar Johnny di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (23/6/2016).

Teman Ahok, kata Johnny, secara internal juga harus mulai melakukan sortir mana saja dukungan yang asli dan yang beli.

"Teman Ahok itu mengumpulkan KTP bukan pergi minta dari Dinas Kependudukan atau beli," ujar anggota Komisi XI DPR itu.

Sebelumnya, mantan penanggung jawab (PJ) pengumpul KTP "Teman Ahok", Paulus Romindo, mengungkap adanya praktik kecurangan di balik pengumpulan KTP dukungan bagi Ahok. KTP itu diperlukan Ahok sebagai syarat untuk maju melalui jalur independen.

Menurut Paulus, ada upaya untuk mengumpulkan KTP yang sama dua kali. Sehingga, terjadi praktik KTP ganda.

Selain mengungkap praktik kecurangan, Paulus juga menyebut adanya fee yang diterima para relawan. Untuk level PJ, dirinya dibayar Rp 500.000 apabila mampu mengumpulkan 140 KTP setiap minggunya.

Besaran fee itu disepakati di dalam surat kuasa perjanjian sebelumnya. (Baca: Saat "Teman Ahok" Dituding Curang Mantan Relawannya)

"Kami yang bahasanya gratis, kami dibayar. Sistem pembayarannya kami eks-Teman Ahok ini ditarget 140 KTP per minggu dan menyetor ke pusat mendapat Rp 500.000 per minggu," kata Paulus, Rabu (22/6/2016).

Nominal ditambah Rp 500.000 pada minggu keempat. Uang tersebut dianggap sebagai pengganti pulsa.

"Artinya satu bulan kita dapat Rp 2,5 juta," kata Paulus. (Baca: Ini Alasan Para Pengumpul KTP "Teman Ahok" Ungkap Kecurangan yang Mereka Lakukan)

Sementara itu, Paulus juga mengungkapkan ada perbedaan nominal gaji untuk koordinator posko (korpos), atau atasannya. Korpos membawahi lima hingga sepuluh PJ.

"Honornya kalau kami memenuhi target. Setiap bulan dapat Rp 500.000. Kalau mereka megang lima sampai 10 PJ, yakni Rp 2,5 juta sampai Rp 10 juta per bulan," kata Paulus.

Menurut Paulus, ia merasa bekerja di bawah perusahaan. Pasalnya, ada kontrak, honor dan target yang diberlakukan.

Teman Ahok telah merespons dengan membantah semua tudingan mantan anggotanya itu. Dalam penjelasaannya, Teman Ahok menilai kelima mantan PJ pengumpul KTP itu hanya barisan orang yang sakit hati.

Diketahui bahwa kelima mantan relawan itu telah dipecat karena ketahuan berbuat curang saat pengumpulan KTP.

Menanggapi tudingan Rp 12 miliar, Teman Ahok menyebut penjelasan kelima orang tersebut tidak berdasar dan hanya sebuah karangan.

(Baca: Penjelasan "Teman Ahok" soal Pengakuan PJ Curang Dibayar Rp 500.000 untuk 140 KTP)

Kompas TV Junimart: Ada Pihak Manfaatkan Teman Ahok
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Nasional
Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Nasional
Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Nasional
Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Nasional
Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami 'Fine-fine' saja, tapi...

Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami "Fine-fine" saja, tapi...

Nasional
e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

Nasional
Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

Nasional
MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Kubu Ganjar-Mahfud Minta MK Hadirkan Sri Mulyani dan Risma di Sidang Sengketa Pilpres

Kubu Ganjar-Mahfud Minta MK Hadirkan Sri Mulyani dan Risma di Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com