JAKARTA, KOMPAS.com - Tim peneliti dari Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) tengah mengembangkan inseminasi buatan untuk penggemukan sapi potong.
Proyek inseminasi penggemukan sapi ini diproyeksikan mengurangi ketergantungan impor sapi di masa mendatang.
"Ada riset tentang penggemukan sapi. Kalau kami aplikasikan, dalam lima tahun ke depan saya yakin mengurangi impor 15 sampai 20 persen," ujar Menristekdikti Muhammad Nasir, di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (20/6/2016).
Ia menjelaskan, penggemukan melalui inseminasi buatan ini dilakukan peneliti dengan menyuntikkan cairan semen khusus kepada sapi betina lokal.
Sapi betina lokal itu berasal Nusa Tenggara, Bali, dan Madura. Sapi betina itu akan melahirkan anak sapi yang bobotnya dua kali lipat dari berat normal.
"Sapi Bali, kami punya risetnya. Yang beratnya rata-rata 250 kilogram, bisa sampai 500 kilogram satu ekor. Kalau sapi Sumba rata-rata beratnya 300 kilogram bisa kami kembangkan menjadi 700 kilogram sampai satu ton," ujar Nasir.
Saat ini, peneliti sudah memiliki satu lokasi yang dijadikan tempat pengembangbiakan sapi itu yakni di Sulawesi Selatan.
Rencananya, akan ditempatkan 1.000 sapi betina lokasi tersebut. Akan tetapi, daging sapi hasil rise itu belum bisa dipasarkan.
Peneliti baru mengajukan sertifikasi SNI terhadap cairan inseminasi itu dan membutuhkan waktu untuk diaplikasikan.
"Butuh paling tidak tiga sampai lima tahun agar bisa dinikmati masyarakat. Karena misalnya sekarang diinseminasi, tahun depan baru lahir dan butuh tiga sampai empat tahun baru bisa panen. Yang penting harus dimulai sekarang," ujar dia.
Riset yang dimulai sejak 2011 itu telah dilaporkan kepada Presiden Joko Widodo. Presiden, kata Nasir, mengapresiasi positif riset tersebut dan berjanji akan mengunjungi lokasi pengembangbiakan dan lokasi riset.