JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Kepala Polri Komjen Budi Gunawan merupakan calon kepala Polri yang memiliki harta paling banyak dibandingkan calon lainnya yang disebut-sebut dalam bursa.
Saat terakhir melaporkan harta kekayaannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), total hartanya tercatat Rp 22.657.379.555 dan 24.000 dollar AS. Laporan itu ia serahkan ke KPK pada 26 Juli 2013 semasa dirinya menjabat sebagai Kepala Lembaga Pendidikan Polri.
Total harta kekayaan Budi sempat membuat heboh. Pasalnya, dalam kurung waktu lima tahun, hartanya bertambah hampir lima kali lipat dari laporan sebelumnya.
Saat menjadi Kapolda Jambi, ia melaporkan harta kekayaannya pada 19 Agustus 2008, senilai Rp 4.684.153.542. Mayoritas penambahan hartanya berasal dari harta tidak bergerak berupa tanah dan bangunan.
(Baca: Ini Profil Tujuh Jenderal Bintang Tiga yang Masuk Bursa Calon Kapolri)
Selama lima tahun itu, Budi menambah 24 tanah dan bangunan yang lokasinya tersebar di Subang dan Bogor. Sementara itu, harta bergerak berupa alat transportasi nilainya Rp 475 juta.
Budi juga memiliki sejumlah usaha berupa rumah makan dan obyek wisata senilai Rp 40 juta. Sementara itu, harta berupa logam mulia, batu mulia, dan barang-barang antik senilai Rp 215 juta. Adapun giro dan setara kas lainnya milik Budi senilai Rp 383.445.555.
Selain Budi, ada enam nama lainnya yang juga meramaikan bursa calon kepala Polri. Berikut harta kekayaan masing-masing calon yang dapat dilihat di situs acch.kpk.go.id:
Menurut laman acch.kpk.go.id, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) itu terakhir kali menyerahkan laporan harta kekayaannya pada 20 November 2014.
Saat itu, ia masih menjabat sebagai Asisten Perencanaan Umum dan Anggaran Kapolri.
Dalam laporan itu, Tito tercatat memiliki total kekayaan sebesar Rp 10.291.675.823.
Harta tersebut terdiri dari tanah dan bangunan di Jakarta Selatan dan Singapura senilai Rp 11.297.741.000.
Tito juga melaporkan harta bergerak lainnya, antara lain berupa logam mulia senilai Rp 160.000.000.
Selain itu, harta berupa giro dan setara kas senilai Rp 1.827.719.823. Namun, ia tercatat memiliki utang sebesar Rp 2.993.785.000.
Inspektur Pengawasan Umum Polri ini menyerahkan LHKPN ke KPK pada 16 Desember 2014 saat baru menduduki jabatannya saat ini.
Ia melaporkan adanya harta tidak bergerak berupa tanah dan bangunan di Cianjur dan Bogor sebesar Rp 6,55 juta.
Sementara itu, harta berupa lima unit mobil dan satu unit motor nilainya Rp 585 juta.
Adapun harta bergerak lainnya senilai Rp 364,5 juta berupa logam mulia serta barang seni dan antik.
Ia pun melaporkan giro dan setara kas lainnya sebesar Rp 2.156.317.163 dan 3.000 dollar AS sehingga total kekayaan yang dilaporkan Dwi sebesar Rp 9.655.817.163.
3. Komjen Suhardi Alius
Sekretaris Utama Lembaga Ketahanan Nasional itu terakhir kali melaporkan harta kekayaannya ke KPK pada 15 Juli 2015. Harta kekayaannya tercatat senilai 5.798.558.273 dan 32.325 dollar AS.
Kekayaan Suhardi terdiri atas tanah dan bangunan di Jakarta Selatan dan Jakarta Barat senilai Rp 2.811.898.000. Kemudian, ia melaporkan dua mobil yang nilainya Rp 540 juta.
Ada pula logam mulia sebesar Rp 265 juta. Terakhir, giro dan setara kas lainnya yang dilaporkan Suhardi sebesar Rp 2.181.660.273 dan 32.325 dollar AS.
Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan Polri ini terakhir kali menyerahkan laporan harta kekayaanya pada 1 Juni 2013 saat masih menjabat sebagai Kapolda Metro Jaya.
Saat itu, harta yang ia laporkan sebesar Rp 7.138.064.067 dan 83.421 dollar AS.
Kekayaan Putut terdiri dari tanah dan bangunan yang tersebar di Manado, Jakarta Barat, Surabaya, dan Malang senilai Rp 3.386.056.000.
Selain itu, ada juga tiga unit kendaraan roda empat senilai Rp 850 juta.
Putut juga melaporkan harta bergerak lainnya, antara lain berupa logam mulia dan batu mulia, dengan total Rp 8,3 juta.
Ia juga memiliki surat berharga berupa investasi senilai Rp 526 juta.
Terakhir, giro dan setara kas lainnya yang dia laporkan sebesar Rp 2.367.708.067 dan 83.421 dollar AS.
5. Komjen Syafruddin
Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Polri tersebut terakhir kali tercatat memiliki harta kekayaan senilai Rp 3.380.482.962. Laporan itu ia serahkan pada 7 Januari 2011 semasa menjabat sebagai Kapolda Kalimantan Selatan.
Harta Syafruddin terdiri dari tanah dan bangunan senilai Rp 2.117.080.000 di Bekasi. Kemudian, alat transportasi yang ia miliki adalah tiga unit mobil dengan nilai total Rp 410 juta.
Ia pun memiliki batu mulia senilai Rp 54.500.000. Adapun giro dan setara kas lainnya yang ia laporkan senilai Rp 798.902.962.
Kepala Badan Narkotika Nasional ini tidak tercantum dalam daftar pelapor harta kekayaan di situs acch.kpk.go.id.
Pria yang akrab disapa Buwas itu pun mengakui bahwa dirinya memang belum pernah melaporkan harta kekayaannya sekalipun ke KPK.
Padahal, penyelenggara negara wajib melaporkan harta kekayaannya seperti diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Awalnya, Budi Waseso mengaku tak mau mengisi LHKPN. Ia malah meminta KPK untuk menelusuri harta kekayaannya. Dia beralasan, tidak melaporkan LHKPN bukanlah tindak pidana.
Belakangan, Budi Waseso membantah disebut menolak menyerahkan LHKPN. Budi merasa pernyataannya soal LHKPN telah diputarbalikkan oleh media. Budi memastikan akan menyerahkan LHKPN kepada KPK. Namun, ia tidak bisa memastikan kapan ia menyerahkan laporan harta kekayaannya itu.
Terakhir, ia mengaku kesulitan untuk mengisi LHKPN. Menurut dia, pengisian LHKPN perlu dilakukan secara hati-hati agar rincian laporan kekayaan dapat terhitung dengan baik.