Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

SBY Mengaku Sudah Berupaya Tuntaskan Kasus HAM Masa Lalu, tetapi...

Kompas.com - 11/06/2016, 04:04 WIB
Dani Prabowo

Penulis

BOGOR, KOMPAS.com – Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono meminta Presiden Joko Widodo tegas dalam menyikapi berkembangnya isu gerakan komunis yang dapat berujung pada terjadinnya konflik horizontal.

Ia khawatir, jika konflik dengan latar belakang ideologi terjadi dapat menjadi sebuah malapetaka bagi Indonesia.

Ketika masih memimpin, SBY mengatakan dirinya telah berupaya untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM di masa lalu, termasuk peristiwa pemberontakan PKI di tahun 1965.

“Setelah bekerja selama empat tahun, saya mengambil keputusan bahwa bangsa ini belum siap benar untuk menyelesaikan masa lalunya dengan baik,” kata SBY di kediamannya di Cikeas, Bogor, Jawa Barat, Jumat (10/6/2016).

(Baca: Simposium 1965 dan Anti-PKI, Jalan Berliku Menuju Rekonsiliasi)

Ia menjelaskan, jika rekonsiliasi dan kebenaran dijadikan model penyelesaian masalah, maka diperlukan kerangka pemikiran serta konsep yang dapat disepakati bersama oleh pihak yang pernah saling bermusuhan. Hal ini diperlukan untuk memastikan jika rekonsiliasi tersebut berjalan utuh.

“Saya nilai kesepakatan itu belum terwujud. Jadi kita belum siap. Kalau dipaksakan justru berbahaya,” kata dia.

Penggiringan opini

Saat ini, ia menambahkan, ada upaya untuk menggeser isu yang berkembang sebelumnya. Jika sebelumnya isu yang diangkat adalah rekonsiliasi, saat ini negara justru diminta minta maaf kepada PKI.

Ada upaya untuk menggiring opini jika masyarakat yang anti-PKI lah yang justru bersalah, dan PKI tidak.

“Di sini permasalahannya. Perebutan kekuasaan terhadap pemerintahan Presiden Soekarno yang sah dengan segala tindakan kekerasan yang menyertainya itu benar-benar ada. Keterlibatan PKI dan unsur lain itu juga nyata. Jadi bukan fiksi,” tegas Presiden RI keenam itu.

(Baca: Meski Muncul Pertentangan, Pemerintah Tetap Akan Tuntaskan Kasus 1965)

Bahkan, ia mengatakan, jika kudeta PKI saat itu berhasil, maka gerakan pembersihan dari Dewan Revolusi Daerah terhada mereka yang anti-PKI juga akan terjadi di seluruh wilayah. Namun, kudeta itu gagal, sehingga kelompok anti-PKI lah yang justru memegang inisiatif.

Lebih jauh, SBY meminta, agar seluruh keturunan yang masih hidup saat ini, dari pihak-pihak yang pernah melancarkan kudeta, diberikan hak yang sama oleh negara. Hak itu meliputi hak politik, dan hak ekonomi.

Sebelumnya, Panitia Pengarah Simposium Nasional Tragedi 1965 sekaligus Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) Agus Widjojo telah menyerahkan rumusan tentang hasil Simposium Nasional Tragedi 1965 kepada Menko Polhukam, Luhut Panjaitan, untuk dikaji.

(Baca: Panglima TNI: Pemerintah Tak Akan Minta Maaf soal Tragedi 1965)

Kajian itu bermuara pada rekomendasi kepada Presiden sebagai bahan untuk menyelesaikan Peristiwa 1965 yang merupakan perkara pelanggaran HAM berat.

Luhut mengatakan, ada beberapa poin rekomendasi yang telah diusulkan tim perumus Simposium Tragedi 1965. Salah satunya, soal pernyataan penyesalan dari pemerintah. Tetapi, pemerintah masih mengkaji rumusan tersebut.

Kompas TV Kuburan Massal Korban 1965 Ada di Semarang
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Bongkar Pemerasan SYL, Jaksa KPK Bakal Hadirkan Sespri Sekjen Kementan di Pengadilan

Bongkar Pemerasan SYL, Jaksa KPK Bakal Hadirkan Sespri Sekjen Kementan di Pengadilan

Nasional
MK Minta Sirekap Dikembangkan Lembaga Mandiri, KPU Singgung Kemandirian Penyelenggara Pemilu

MK Minta Sirekap Dikembangkan Lembaga Mandiri, KPU Singgung Kemandirian Penyelenggara Pemilu

Nasional
Pelajaran Berharga Polemik Politisasi Bansos dari Sidang MK

Pelajaran Berharga Polemik Politisasi Bansos dari Sidang MK

Nasional
Prabowo-Gibran Akan Pidato Usai Ditetapkan KPU Hari Ini

Prabowo-Gibran Akan Pidato Usai Ditetapkan KPU Hari Ini

Nasional
Penetapan Prabowo-Gibran Hari Ini, Ganjar: Saya Belum Dapat Undangan

Penetapan Prabowo-Gibran Hari Ini, Ganjar: Saya Belum Dapat Undangan

Nasional
Prabowo-Gibran Sah Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Bakal Dilantik 20 Oktober 2024

Prabowo-Gibran Sah Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Bakal Dilantik 20 Oktober 2024

Nasional
[POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | 'Dissenting Opinion' Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

[POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | "Dissenting Opinion" Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

Nasional
Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Nasional
Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com