Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dikritik, Sikap Hakim yang Tolak Status "Justice Collaborator" Abdul Khoir

Kompas.com - 10/06/2016, 12:33 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) melihat ada perbedaan cara pandang dari aparat penegak hukum atas syarat dan standar dalam menentukan status seseorang sebagai pelapor tindak pidana alias justice collaborator (JC) dan saksi pelaku yang bekerjasama atau whisteblower.

Direktur Eksekutif ICJR Supriyadi Eddyono menyatakan, hal ini terlihat dalam pengadilan korupsi kasus penyuapan anggota Komisi V DPR RI. Hakim Pengadilan menolak terdakwa Abdul Khoir sebagai JC.

Hakim menyatakan bahwa Abdul Khoir tidak tepat diberikan status sebagai JC karena dia menjadi pelaku utama. Abdul Khoir akhirnya diberikan vonis yang lebih berat dari tuntutan Jaksa.

(baca: Hakim Tolak Status "Justice Collaburator" Penyuap Anggota Komisi V DPR)

Hakim menjatuhkan vonis 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta bagi Abdul Khoir. Adapun tuntutan jaksa KPK, yakni pidana 2,5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta.

Ini kali keduanya Pengadilan Tipikor menolak status JC yang ditetapkan KPK. Sebelumnya, pada 2014, pengadilan juga menghukum Kosasin Abas lebih berat dari tuntutan Jaksa. (baca: Preseden Buruk Kasus Kosasih)

"Hal ini tentu menyulitkan proses pengungkapan tindak pidana khusus yang terorganisir seperti korupsi, narkotika, dan terorisme," kata Supriyadi dalam keterangan persnya, Jumat (10/6/2016).

"Jika hal ini kerap terjadi maka cita-cita Indonesia mengusung peran JC untuk berkolaborasi di pengadilan akan minim. Mereka calon JC berpotensi akan berpikir ulang untuk kolaborasi dengan penyidikan dan penuntutan," lanjut dia.

Padahal, dalam monitoring ICJR pada 2016, berdasarkan data JC di beberapa Institusi sampai saat ini masih menunjukkan bahwa instrumen JC diharapkan oleh para pelaku yang berniat membantu aparat penegak hukum.

Berdasarkan data KPK, pada 2016 ada 21 permohonan tersangka korupsi yang meminta status JC kepada KPK.

Dari 21 permohonan, ada 2 kasus yang diterima sebagai JC dan 10 yang ditolak karena tidak memenuhi syarat dan 9 permohonan masih diproses.

Sedangkan menurut data Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sampai dengan 2016 ada 8 kasus dimana tersangka atau terdakwa telah mendapatkan status JC dari LPSK dan dalam perlindungan LPSK.

ICJR melihat hal itu disebabkan cara pandang dari aparat penegak hukum atas syarat dan standar dalam berbagai regulasi yang tersedia dalam menetapkan status seseorang, terutama sebagai JC.

Hal itu terlihat dari perbedaan antara SEMA No 4 tahun 2011 tentang Whistleblower dan Justice collaborator) di dalam perkara tindak pidana tertentu dengan UU No 31 tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

Dalam UU No 31 tahun 2014, definisi JC adalah terdakwa, atau terpidana yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengungkap suatu tindak pidana dalam kasus yang sama.

"Karena itu pasal ini harus menjadi rujukan baru bagi peraturan lainnya. SEMA atau kesepakatan bersama Apgakum harus direvisi berdasarkan UU yang baru tersebut," lanjut Supriyadi.

Supriyadi menambahkan, jika tidak, kasus-kasus tindak pidana korupsi kelas berat, pembongkaran bandar narkoba maupun kejahatan terorisme yang dilakukan secara terorganisir, dipastikan akan mengalami kesulitan.

Kompas TV Komisi V DPR Suap "Berjamaah"?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi di Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi di Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com