Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengacara Abdul Khoir Tak Terima Kliennya Disebut Pelaku Utama oleh Hakim

Kompas.com - 10/06/2016, 08:58 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengacara Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir, Khaerudin Masaro, menolak pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, yang menilai kliennya sebagai pelaku utama.

Masaro akan mempertimbangkan untuk mengajukan banding atas putusan hakim yang dinilai memberatkan.

Abdul Khoir merupakan terdakwa kasus dugaan suap sejumlah anggota Komisi V DPR, yakni kepada Damayanti Wisnu Putranti (PDI-P) sebesar 328.000 dollar Singapura dan 72.727 dollar AS, kepada Budi Supriyanto (Golkar) sebesar 404.000 dollar Singapura.

(Baca: Jadi "Justice Collaborator", Penyuap Anggota DPR Berharap Pengampunan Hakim)

"Menurut saya, banyak yang bertentangan dalam putusan ini," ujar Masaro saat ditemui di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (9/6/2016).

Menurut Masaro, orang yang berperan aktif dalam mengatur aliran dana bagi anggota Komisi V DPR adalah Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional IX Maluku dan Maluku Utara Amran HI Mustary.

Dalam fakta persidangan, menurut dia, Amran terbukti berusaha mencari pengusaha yang akan diajak bekerja sama menyuap anggota DPR.

Selain itu, menurut Masaro, Abdul Khoir merupakan pengusaha ketiga yang akhirnya bertemu dengan Amran.

Menurut dia, ada dua pengusaha lain yang lebih dulu berkomunikasi dengan Amran, dan memperkenalkan Abdul Khoir dengan Amran.

Masaro justru mempertanyakan pengusaha lain yang lebih dulu berkenalan dengan Amran, tetapi belum dijadikan tersangka.

"Abdul Khoir disebut berusaha mendekati, padahal apa yang mendekati, orang dia yang ditelepon, ini kan fakta persidangan," kata Masaro.

Ia menilai hakim tidak memiliki pandangan yang sama dengan Jaksa Penuntut dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang telah memberikan status justice collabolator, atau saksi pelaku yang bekerja sama.

Majelis Hakim pada Pengadilan Tipikor Jakarta mengesampingkan penetapan status justice collabolator terhadap Abdul Khoir dan menjatuhkan vonis lebih berat daripada tuntutan jaksa.

Hakim menjatuhkan vonis 4 tahun penjara dan denda Rp200 juta bagi Abdul Khoir.

Vonis tersebut lebih berat dari tuntutan Jaksa berupa hukuman 2,5 tahun penjara.

Dalam salah satu pertimbangannya, Hakim berpendapat bahwa penetapan status justice colabolator yang ditandatangani pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tertanggal 16 Mei 2016, tidak tepat.

Sebab, Abdul Khoir berperan sebagai pelaku utama dalam kasus yang didakwakan kepadanya.

Majelis Hakim menilai Abdul Khoir lebih berperan aktif dalam menggerakan para pengusaha lainnya untuk memberi suap kepada pejabat di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan sejumlah anggota Komisi V DPR.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Nasional
Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Nasional
FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Nasional
Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Nasional
Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Nasional
Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Nasional
MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Marinir Indonesia-AS Akan Kembali Gelar Latma Platoon Exchange Usai 5 Tahun Vakum

Marinir Indonesia-AS Akan Kembali Gelar Latma Platoon Exchange Usai 5 Tahun Vakum

Nasional
Ingin Pileg 2029 Tertutup, Kaesang: Supaya “Amplop”-nya Enggak Kencang

Ingin Pileg 2029 Tertutup, Kaesang: Supaya “Amplop”-nya Enggak Kencang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com