KAPUAS HULU, KOMPAS.com - Setelah belasan tahun menjadi lokasi langganan kebakaran hutan, Kampung Semangit di Desa Nanga Leboyan, Kecamatan Selimbau, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, kini berusaha dengan segala upaya mencegah api kembali berkobar.
Masyarakat Semangit kini menjaga kelestarian alam sebagai tumpuan hidup.
Akhir Mei 2016 lalu, Kompas.com diajak melihat geliat ekonomi masyarakat Semangit. Konsep green economy (ekonomi hijau) diterapkan sebagai paradigma ekonomi baru untuk mendorong pertumbuhan pendapatan dan lapangan kerja, sekaligus mengurangi resiko kerusakan lingkungan.
Saat itu, dua orang staf dari organisasi nirlaba World Wild Fund (WWF) Kalimantan Barat, Jimmy Syahirsyah dan Hermas Rintik Maring ikut mendampingi.
Untuk sampai ke Kampung Semangit, kami harus lebih dulu menuju Kota Lanjak, Kecamatan Batang Lupar. Perjalanan ke kota Lanjak bisa melewati jalur darat dari kota Putussibau, ibu kota Kabupaten Kapuas Hulu, selama kurang lebih 3 jam.
Setelah sampai di Kota Lanjak, kami melanjutkan perjalanan membelah Danau Sentarum menggunakan speed boat menuju Kampung Semangit, kira-kira selama 45 menit.
Kampung Semangit merupakan perkampungan nelayan di tepi Sungai Leboyan yang bermuara di Danau Sentarum. Kampung ini masuk ke dalam wilayah Balai Besar Taman Nasional Danau Sentarum (TNDS).
Kampung ini terbilang cukup unik. Mata pencaharian utama penduduk Kampung Semangit adalah menangkap ikan. Sebagian hasil tangkapan ikan dimakan dan sebagian lagi dijual guna memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Dalam beberapa tahun terakhir, masyarakat Semangit mengubah pola hidupnya, dengan kesadaran bahwa tidak selamanya manusia bisa terus mengambil keuntungan dari alam tanpa ikut menjaga kelestariannya.