Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyelenggaraan Pilkada dan Pemilu secara Serentak pada 2024 Dinilai Belum Jelas

Kompas.com - 06/06/2016, 07:23 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Masykurudin Hafid menilai Undang-Undang Pilkada belum mengatur secara jelas mengenai penataan waktu keserentakan Pilkada dengan Pemilu 2024.

Dalam UU Pilkada hasil revisi yang baru disahkan DPR, diatur bahwa penyelenggaraan pilkada serentak secara keseluruhan dipercepat, dari awalnya pada 2027 menjadi 2024.

Masykurudin menambahkan, akhir masa jabatan kepala daerah tahun 2022 dan 2023 menjadi hal yang perlu dicermati. Keduanya merupakan hasil Pilkada 2017 dan 2018.

Dalam ketentuan UU Pilkada hasil revisi, untuk dua jenis masa jabatan tersebut, tak lagi akan dilaksanakan pemilihan untuk menuju pilkada serentak pada 2022 dan 2023.

Melainkan, akan ditunjuk pelaksana tugas/penjabat kepala daerah sampai dilaksanakan pemilihan kepala daerah serentak pada 2024.

Dengan begitu, lanjut Masykurudin, nantinya akan ditunjuk 101 pejabat kepala daerah yang masa jabatannya habis pada 2022 dan 171 pejabat kepala daerah untuk daerah yang masa jabatannya habis pada 2023.

"Artinya, pemerintah penting untuk menyiapkan sejumlah orang--yang tidak sedikit--untuk menjadi penjabat kepala daerah," tutur Masykurudin melalui keterangan tertulis, Senin (6/6/2016).

"Dengan jaminan bahwa kondisi tersebut tidak akan mengganggu penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pemenuhan pelayanan publik di daerah," kata dia.

Selain itu, Masykurudin menambahkan, penyelenggaraan Pilkada 2024 yang secara serentak secara nasional diselenggarakan pada tahun yang sama dengan Pemilu Presiden dan Pemilu Legislatif perlu dikhawatirkan.

Dari aspek penyelenggara, penyelenggaraan pemilu borongan seperti itu dinilai akan memberi beban yang luar biasa bagi penyelenggara pemilu, yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai pengawas.

"Akan membuat ruang kondolidasi dan persiapan bagi penyelenggara pemilu sangat sempit dan akan semakin rawan terjadinya kesalahan-kesalahan teknis dalam penyelenggaraan karena pemilu yang semakin banyak," tuturnya.

Adapun dari aspek pemilih, penyelenggaraan pemilu di tahun yang sama akan membuat pemilih semakin jenuh dan jauh dari rasionalitas serta partisipasi dalam penyelenggaraan pemilu dan juga pilkada.

"Partisipasi pemilih, baik dari segi memberikan suara, maupun di dalam pengawalan proses, dikhawatirkan akan semakin turun," kata dia.

Bagi peserta pemilu, penyelenggaraan pemilu borongan juga tak akan memberikan waktu bagi mereka, terutama partai politik, untuk melakukan konsolidasi pasca-pemilu nasional menuju ke kepala daerah.

"Kondisi ini akan rawan memantik konflik internal partai politik, layaknya hal yang terjadi pada Partai Golkar dan PPP pada persiapan pemilihan kepala daerah 2015 yang lalu," kata Masykurudin.

Ia menilai, penataan jadwal penyelenggaraan Pilkada yang seperti itu tak akan memberikan hasil baik bagi kualitas dan hasil pemerintahan.

Sebab, gagasan tersebut dianggap tidak akan memberikan ruang keterpilihan pemerintah yang linear antara pemerintahan nasional dan pemerintahan daerah.

Idealnya, kata Masykurudin, perlu adanya penyelenggaraan yang diserentakkan antara penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dengan DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.

"Sehingga, tujuan untuk membuat terciptanya suatu rekayasa sistem pemilu untuk membuat pemerintah yang linear antara kekuasaan eksekutif dan legislatif daerah bisa terwujud," tuturnya.

Kompas TV Petahana Diminta Mundur dari Jabatannya
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Nasional
Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Nasional
FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Nasional
Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Nasional
Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com