JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi kembali berkelit setelah hampir 10 jam diperiksa oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat (3/6/2016).
Nurhadi diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap yang melibatkan panitera Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat bagi tersangka Doddy Aryanto Supeno (DAS). Pemeriksaan dimulai pukul 08.50 baru usai pukul 17.56.
Dalam pemeriksaan kali ini, Nurhadi tampak dikawal ketat oleh tiga orang pengawal yang melindunginya dari serbuan wartawan. Tidak banyak pernyataan yang dilontarkannya usai pemeriksaan.
Saat ditanya oleh wartawan apa saja yang ditanyakan penyidik, Nurhadi enggan menjelaskan.
"Hanya memberikan klarifikasi," kata Nurhadi.
(Baca: Sekretaris MA Diduga Pernah Bertemu Pemberi Suap untuk Panitera PN Jakpus)
Nurhadi juga menapik bahwa dirinya mengenal Doddy yang berperan menyuap panitera PN Jakpus.
"Enggak tahu, enggak tahu saya," ujar dia sambil segera memasuki mobil Toyota Fortuner hitam bernomor polisi B 18 UKE yang terparkir di samping Gedung KPK.
Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi diduga pernah melakukan pertemuan dengan seorang pekerja swasta bernama Doddy Ariyanto Supeno.
Doddy merupakan tersangka pemberi suap kepada Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution.
Dugaan tersebut dibenarkan oleh Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati. Menurut dia, penyidik sedang mencari tahu mengenai dugaan pertemuan Nurhadi dengan Doddy.
Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan KPK terhadap Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution dan pihak swasta bernama Doddy Ariyanto Supeno.
(Baca: Diperiksa KPK, Sekretaris MA Ditanya soal Sopir dan Uang Rp 1,7 Miliar)
Uang sebesar Rp 50 juta yang disita dalam operasi tangkap tangan tersebut diduga terkait pengajuan peninjauan kembali (PK) dua perusahaan swasta yang sedang beperkara di PN Jakarta Pusat.
Dalam kasus ini, KPK juga telah menyita uang sebesar Rp 1,7 miliar di kediaman milik Nurhadi di Jalan Hang Lekir, Kebayoran Baru, Jakarta.
Uang dalam jumlah tersebut ditemukan dalam berbagai pecahan mata uang asing. KPK menduga uang tersebut terkait dengan perkara hukum yang sedang ditelusuri di PN Jakpus.