JAKARTA, KOMPAS.com - Penyidik KPK tidak hanya akan mengandalkan keterangan sopir Royani dalam penyidikan kasus dugaan suap di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Royani adalah sopir pribadi Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi. Nurhadi diduga terlibat dalam kasus tersebut.
"Jalannya banyak. Enggak hanya dari Royani," ujar Ketua KPK Agus Rahardjo, saat ditemui di Gedung Pusdiklat BPK, Kalibata, Jakarta Selatan, Kamis (2/5/2016).
Royani disebut-sebut saksi penting dalam kasus itu.
(Baca: MA Peringatkan Royani agar Muncul dari Persembunyian)
Ditanya lebih jauh cara yang akan ditempuh KPK jika Royani tak kunjung ditemukan, Agus enggan menyebutkannya.
"Ya mudah-mudahan bisa menemukan fakta dan data lebih banyak. Mudah-mudahan juga bisa jadi mempercepat (penyelesaian perkara) lah ya," ujar Agus.
Agus membantah KPK menghentikan pencarian Royani. Penyidik tetap memburunya. Hanya saja, pencarian Royani diimbangi penyidikan dengan cara lain.
(Baca: Kepada Pimpinan KPK, Ketua MA Janji Pecat Royani jika Tak Muncul)
Kasus ini berawal saat KPK menangkap tangan Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution dan seorang pekerja swasta bernama Doddy Ariyanto Supeno.
Keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka selaku penerima dan pemberi suap.
Uang sebesar Rp 50 juta yang disita dalam operasi tangkap tangan tersebut diduga terkait pengajuan peninjauan kembali (PK), dua perusahaan swasta yang sedang berperkara di PN Jakarta Pusat.
Dalam kasus ini, KPK telah menyita uang sebesar Rp 1,7 miliar di kediaman milik Nurhadi di Jalan Hang Lekir, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Uang dalam jumlah tersebut ditemukan dalam berbagai pecahan mata uang asing. KPK menduga uang tersebut terkait dengan perkara hukum yang sedang ditelusuri.