JAKARTA, KOMPAS.com - Gabungan sejumlah lembaga sosial masyarakat yang menamakan diri Aliansi 99 melaporkan pemerintah ke Ombudsman RI, Rabu (1/5/2016).
Laporan yang ditujukan untuk Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) serta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak (KPPA) ini terkait Perppu tentang Perlindungan Anak.
Perwakilan Aliansi 99 dari LBH APIK, Veni Siregar, menilai pemerintah telah melakukan maladministrasi dalam mengeluarkan perppu yang dikenal sebagai perppu kebiri itu.
Padahal, dalam undang-undang nomor 12 Tahun 2011 dijelaskan bahwa pemerintah harus melibatkan masyarakat luas dalam menyusun perppu.
"Sebagai lembaga yang terakreditasi kami tidak dilibatkan dalam proses hukum ini," ujar Veni di kantor Ombudsman, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu.
"Padahal, beberapa anggota Aliansi 99 memang fokus di isu penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan korban kekerasan," lanjut dia.
Pada kebijakan-kebijakan sebelumnya, kata dia, beberapa perwakilan Aliansi 99 selalu diajak untuk memberikan masukan agar permasalah bisa diselesaikan secara menyeluruh.
"Tapi dalam perpu kebiri ini sebagian yang biasa dilibatkan justru tidak dilibatkan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan," kata Veni.
Veni menambahkan, pemerintah membuat dan mengeluarkan peraturan ini terkesan tertutup dan terburu buru tanpa melibatkan masyarakat.
Keterlibatan masyarakat, khususnya korban dan pendamping yang senantiasa bekerja untuk melakukan pendampingan terhadap korban, dinilai perlu terlibat.
Lebih jauh, Veni menuturkan, pemerintah seperti menutup akses bagi masyarakat untuk mengetahui isi dari perppu tersebut.
Sehingga, kata dia, Aliansi 99 menilai bahwa pemerintah mengeluarkan perpu karena tekanan sekelompok orang yang menginginkan perppu segera dikeluarkan.
"Pemerintah tidak mempertimbangkan mengenai situasi dan kondisi di masyarakat yang masih pro dan kontra terkait dengan rencana mengeluarkan perpu tersebut," kata dia.
Veni mengatakan, dalam perpu itu pemerintah lebih fokus pada sanksi bagi pelaku. Padahal, persoalan rehabilitasi korban juga sangat penting.
"Pemerintah membuatkan peraturan pada perppu ini hanya mengatur mengenai Kejahatan seksual yang diatur dalam Pasal 76D dan Pasal 76 E pada Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak," kata Veni.
Adapun lembaga sosial masyarakat yang tergabung dalam Aliansi 99, di antaranya adalah LBH APIK, YLBHI, Kontras, dan puluhan lembaga lain.
Presiden Joko Widodo sudah menandatangani perpu yang isinya memperberat sanksi bagi pelaku kejahatan seksual, yakni hukuman mati, penjara seumur hidup, maksimal 20 tahun penjara dan minimal 10 tahun penjara.
Perppu juga mengatur tiga sanksi tambahan, yakni kebiri kimiawi, pengumuman identitas ke publik, serta pemasangan alat deteksi elektronik.
Hukuman tambahan ini menyasar pelaku kejahatan seksual berulang, beramai-ramai, dan paedofil atau terhadap anak di bawah umur. Selanjutnya, perpu itu akan dikaji di DPR untuk disahkan atau tidak.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.