JAKARTA, KOMPAS.com — Pembahasan Revisi UU Pilkada ternyata menarik perhatian netizen melalui media sosial Twitter.
Hasil pantauan Data Sains Indonesia pada 21-23 Mei 2016, ada 986 tweet dengan kata kunci RUU Pilkada. Rinciannya, 1,4 persen tweet bernada negatif dan 1,3 persen yang bernada positif.
Menurut Kepala Litbang Data Sains Indonesia Satia Nugraha, sentimen negatif muncul ketika banyak pemberitaan yang mendesak pemerintah untuk segera menyelesaikan revisi UU Pilkada.
Hal tersebut berlanjut hingga puncak tertinggi tweet negatif terkait dengan pembahasan revisi UU Pilkada yang alot di Komisi II DPR.
"Ternyata, banyak netizen yang memperhatikan perkembangan revisi UU Pilkada," kata dia saat menyampaikan keterangan pers di Gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU), Rabu (1/6/2016).
(Baca: Ini Cerita Komisi II tentang Pembahasan RUU Pilkada yang Sempat Alot...)
Satia mengatakan, pada awal pembahasan revisi UU Pilkada, respons publik masih menunjukkan sentimen positif. Hal tersebut terlihat pada tanggal 17-20 Mei 2016. Ada 35.613 tweet baik itu reply, retweet, maupun qoute tweet terkait pilkada. Sebanyak 216 tweet sentimen positif, 216 sentimen negatif, dan 35.921 netral.
Hal ini menunjukkan, publik masih berharap bahwa penyelenggaraan pilkada dapat dilaksanakan secara netral.
"Secara keseluruhan, kami melihat dukungan penyelenggaraan pilkada secara umum. Tanpa memihak atau menyerang pasangan calon atau partai politik," ujar dia.
(Baca: RUU Pilkada Tak Kunjung Selesai, KPU Dinilai Kesulitan Bikin Peraturan)
Ia mengatakan, menjelang akhir pembahasan revisi UU Pilkada, anomali masyarakat cenderung menurun. Hal ini terlihat dari sedikitnya netizen yang berkicau di Twitter terkait pembahasan revisi UU Pilkada.
Menurut dia, kemungkinan besar menurunnya partipasi publik disebabkan kurangnya informasi yang beredar di masyarakat mengenai poin-poin krusial yang dibahas di DPR. Pasalnya, selama membahas revisi UU Pilkada, DPR dan pemerintah cenderung tertutup, tanpa membuka informasi dan menyediakan wadah untuk masyarakat menyampaikan pendapatnya.
"Disinyalir memang banyaknya rapat-rapat yang dilakukan tertutup. Padahal, banyak sekali pembahasan yang penting dan patut diketahui dan mendapatkan perhatian masyarakat," ujar dia.