JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Panitia Simposium "Mengamankan Pancasila Dari Ancaman Kebangkitan PKI dan Ideologi Lain", Letjen (Purn) Kiki Syahnakri mengatakan upaya rekonsiliasi terhadap korban 1965 sudah berjalan secara alami.
Hal itu ditandai dengan banyaknya keturunan kader Partai Komunis Indonesia (PKI) yang kini sudah diterima di masyarakat.
"Coba kita lihat, mereka yang keturunan kader Partai Komunitas Indonesia (PKI) sekarang kan sudah mendapatkan kembali hak politiknya, mereka bisa duduk di jabatan penting negeri ini, beberapa bahkan jadi anggota TNI," kata Kiki saat diwawancarai di Balai Kartini, Jakarta Selatan, Rabu (1/6/2016).
Kiki menambahkan sejatinya sejak awal situasi sudah kondusif. Namun, diadakannya Simposium Tragedi 1965 di Hotel Aryaduta beberapa waktu lalu justru membuka luka lama bagi korban pemberontakan PKI di Madiun tahun 1948.
(Baca: Resmi Dibuka, Simposium Purnawirawan TNI Akan Rumuskan Rekomendasi soal PKI)
"Para korban pemberontakan PKI di tahun 1948 saja enggak menuntut minta maaf dan melupakannya, kenapa yang korban 1965 yang sekarang sudah mendapatkan hak politiknya malah ngungkit-ngungkit luka lama lagi," tutur Kiki.
Dia pun menyatakan dirinya sama sekali tidak anti rekonsiliasi.
"Saya tidak anti rekonsiliasi, tapi kalau menyuruh negara minta maaf terhadap PKI, itu yang saya tidak setuju, dan nyatanya mereka (Korban 1965) sudah mendapatkan hak politiknya, itu kan tandanya masyarakat sudah menerima, sudah terekonsiliasi," lanjut dia.
Sebelumnya, Ketua DPP Gerakan Bela Mayjen TNI (Purn) Budi Sujana mengatakan, diperlukan obyektivitas dan keterbukaan untuk meluruskan sejarah.
"Kami minta tolong, kalau mau bikin (simposium rekonsiliasi) mari bikin yang sama-sama, panitia sama banyak, pembicara seimbang," ujar dia.
(Baca: Rekomendasi Simposium Tandingan Juga Jadi Pertimbangan Pemerintah)
Begitu pun dengan korbannya, kata Budi, tak hanya korban setelah 1965. Namun, juga digali penyebabnya dari tahun-tahun sebelumnya hingga tahun 1948.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan pun mengatakan simposium yang digagas para purnawirawan TNI menyikapi simposium 1965 bukanlah sebuah upaya tandingan.
"Enggak ada masalah. Biar makin banyak masukan biar selesai semuanya masalah HAM. Enggak ada tandingan-tandingan. Bagus-bagus saja biar tambah baik," ujar Luhut usai membuka Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Partai Amanat Nasional (PAN) di JIExpo, Jakarta, Minggu (29/5/2016).