JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) Kuskridho Ambardi menilai masuknya nama-nama kontroversial dalam calon kepengurusan Partai Golkar akan berakibat buruk bagi citra Golkar.
Salah satunya, akan berakibat pada perolehan suara Golkar pada pemilu 2019.
"Perlu kita perhatikan adalah yang paling banyak muncul di media, yakni ketua umum, sekjen, dilanjutkan juga ketua harian. Itu publik akan tahu siapa mereka. Saya kira itu merugikan secara elektoral," kata Kuskridho saat dihubungi Kompas.com, Jumat (27/5/2016).
Kuskridho mengatakan, menurunnya citra Golkar bisa terjadi bila adanya serangan dari pihak luar partai. Menjelang pemilu, kata dia, terdapat saling serang antarpartai dan antarkandidat.
Selain itu, Kuskridho mengatakan, Golkar dapat berkaca pada Partai Demokrat. Perolehan suara Demokrat turun menjadi 12 persen pada pemilu 2014 lalu saat partai itu dilanda kasus korupsi yang menimbulkan citra negatif.
"Dalam waktu bertahun-tahun menuju 2014 itu, Demokrat terjerat banyak kasus korupsi. Dan itu punya efek terhadap publik." ujar Kuskridho.
"Sama juga seperti Golkar memampang para tokoh yang punya track record buruk itu akan merugikan dirinya sendiri," ucapnya.
Kuskridho menyarankan, untuk memperbaiki citra Golkar di mata publik, Golkar harus meningkatkan kinerjanya di pemerintahan. Menurut dia, walaupun masuk dalam kabinet, hanya satu-dua orang yang dapat ambil bagian.
Sebelumnya, sudah beredar daftar kepengurusan Partai Golkar, disertai nama dan jabatan yang diemban. Anggota formatur Roem Kono pun membenarkan susunan kepengurusan dalam daftar sementara yang sudah beredar luas di kalangan wartawan itu.
Tercatat sejumlah nama yang dinilai bermasalah. Sebab, mereka pernah mendapat vonis bersalah, baik secara hukum maupun etika.
Berdasarkan dokumen kepengurusan yang didapat Kompas.com, setidaknya ada empat orang yang pernah divonis bersalah secara etika dan hukum. Mereka adalah Yahya Zaini, Nurdin Halid, Fahd El Fouz Arafi, dan Sigit Haryo Wibisono.