JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel mengatakan, sudah sepantasnya pelaku tindak kejahatan seksual dijatuhi sanksi pidana dan sanksi sosial sekaligus.
"Daripada menyuntik predator berulang kali sebatas untuk mematikan berahi, lebih baik berikan satu injeksi yang membuat predator mati, yaitu sanksi pidana maksimal," ujar Reza dalam keterangan tertulis, Kamis (26/5/2016).
Dia menambahkan untuk sanksi sosial bersifat pemberatan yang dapat dilakukan adalah pemberian rajah pada bagian tubuh yang terbuka pada predator seksual.
Selain itu, pemberian tanda khusus di e-KTP-nya juga bisa dilakukan agar ruang geraknya tersumbat.
"Bisa juga dilakukan pembangunan basis data yang memampangkan foto dan data diri si predator kepada masyarakat luas," tutur Reza.
Reza juga menyatakan variasi lain adalah mengeluarkan public notice (atau nota publik), terutama terkait predator yang tidak lama lagi akan mengakhiri masa hukumannya.
Foto dan ciri-ciri si predator seksual, jumlah korbannya, serta waktu kejadian dapat disebarluaskan melalui poster, media massa, dan media sosial.
Pada public notice itu dicantumkan pula nomor hotline yang dapat dihubungi masyarakat sewaktu-waktu si predator menampilkan gelagat mencurigakan atau mengkhawatirkan.
"Nantinya polisi pun bisa menunjuk personelnya yang secara khusus bertugas sebagai pemantau si predator sekaligus sebagai pihak penghubung dengan masyarakat," ungkap dia.
Reza melanjutkan tujuan sanksi sosial semacam itu adalah membangun kesadaran yang mendalam di masyarakat, tak terkecuali anak-anak.
Sehingga, andai tidak mungkin menghukum predator selama-lamanya di dalam penjara, paling tidak upaya proteksi bagi masyarakat dapat diperkuat.
Presiden Joko Widodo sudah menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Perppu ini memperberat sanksi bagi pelaku kejahatan seksual, yakni hukuman mati, penjara seumur hidup, maksimal 20 tahun penjara, dan minimal 10 tahun penjara.
Perppu juga mengatur tiga sanksi tambahan, yakni kebiri kimiawi, pengumuman identitas ke publik, serta pemasangan alat deteksi elektronik.
Hukuman tambahan ini menyasar pelaku kejahatan seksual berulang, beramai-ramai, dan paedofil atau terhadap anak di bawah umur. Perppu itu nantinya disampaikan ke DPR untuk dikaji kembali.