JAKARTA, KOMPAS.com — Rencana Presiden Joko Widodo untuk merombak Kabinet Kerja dinilai penuh dengan muatan politis. Terlebih lagi, setelah Partai Golkar resmi mendukung pemerintahan dan keluar dari Koalisi Merah Putih (KMP).
Pengamat politik dari IndoStrategi Andar Nubowo mengatakan, reshuffle kabinet saat ini lebih bersifat politis karena hanya mengakomodasi partai-partai pendukung baru, seperti Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Golkar.
Akibatnya, isu perombakan kabinet membuat para menteri berjuang keras agar tidak masuk daftar buangan.
"Efeknya pemerintah akan tampak kerjanya. Meskipun sana-sini masih butuh perbaikan kinerja dan kerja," kata Andar saat dihubungi Kompas.com, Kamis (26/5/2016).
Ia mengatakan, perombakan jilid II sudah muncul lama. Presiden Jokowi seperti memanfaatkan isu ini untuk melakukan transaksi politik dengan partai-partai KMP, termasuk Golkar.
"Jokowi punya alasan kuat yang dia kondisikan sendiri untuk melakukan reshuffle. Ini tentu tujuannya bukan soal teknokratik, tetapi lebih pada kebutuhan politik dalam membangun koalisi besar untuknya," ujar dia.
Menurut dia, seharusnya kebutuhan utama Kabinet Kerja ialah menteri-menteri yang mampu bekerja secara profesional, tidak sekadar mewakili kepentingan partai di pemerintahan.
Nanda melihat momentum reshuffle kabinet kedua ini semakin terasa setelah Partai Golkar melakukan musyawarah nasional luar biasa (munaslub) dan mempersiapkan kepengurusan.
Nanda menilai, Golkar mempunyai cukup banyak kader. Namun, Jokowi tetap harus mencari menteri yang profesional dalam bekerja.
"Akibatnya, jika perombakan Kabinet Kerja hanya bertujuan untuk kepentingan politik, tidak dimungkiri dapat terjadi kegaduhan di internal partai politik," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.