JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti dari Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP), Liza Farihah meminta Mahkamah Agung (MA) membuat perbaikan dalam proses perekrutan calon hakim tindak pidana korupsi (Tipikor) guna memperkuat integritas hakim.
Menurut Liza, kasus dugaan suap yang menjerat 2 hakim tipikor Bengkulu menunjukkan sistem seleksi atau perekrutan perlu dibenahi.
Liza menjelaskan, saat melakukan proses perekrutan, sebaiknya MA mempublikasikan profil kompetensi yang dibutuhkan untuk menjadi hakim tipikor.
Setelah banyak calon yang mendaftar, maka kompetensi dan rekam jejak dari calon yang mendaftar harus diberitahukan kepada publik.
(baca: MA Berhentikan Sementara Dua Hakim dan Panitera Bengkulu)
Ia menegaskan bahwa proses rekrutmen dan seleksi oleh MA harus dilakukan secara transparan dan akuntabel agar masyarakat juga bisa ikut mengawasi bagaimana kompetensi seseorang yang akan menjadi hakim tipikor.
"MA harus mempublikasikan profil kompetensi. Dari awal harus jelas profil kompetensi yang dicari seperti apa. Begitu juga dengan kompetensi orang yang mendaftar. Kemudian proses rekrutmennya juga harus transparan dan akuntabel," ujar Liza saat dihubungi Kompas.com, Rabu (25/5/2016).
Liza juga menekankan pentingnya MA melakukan pembinaan secara berkala dan komprehensif ketika hakim tipikor sudah terpilih. Hal tersebut, kata Liza, menjadi salah satu solusi untuk menghadapi persoalan proses seleksi yang kurang baik.
(baca: Ini Kronologi Operasi Tangkap Tangan Hakim Tipikor di Bengkulu)
"Jika bicara soal rekrutmen MA juga harus memperhatikan soal pembinaan. Karena rekrutmen yang kurang baik bisa diselesaikan dengan pembinaan. Misalnya diberi diklat yang berkala dalam meningkatkan intergritas dan kualitas hakim tipikor," ungkap Liza.
Ia menambahkan, mulai dari awal proses rekrutmen, MA dinilai tidak banyak mendapatkan hakim-hakim terbaik dalam hal pemberantasan korupsi.
Menurut dia, banyak calon hakim tipikor yang mendaftar tidak semuanya bisa memenuhi standar yang telah ditentukan.
(Baca: Suap Hakim di Bengkulu Terkait Kasus Korupsi di RSUD M Yunus)
"MA sendiri membutuhkan puluhan hakim tipikor dan standarnya jelas. Namun, sayangnya orang-orang yang mendaftar tidak semuanya bisa memenuhi standar yang ditentukan," katanya.
Liza menjelaskan, selain soal integritas, seorang hakim tipikor juga harus memenuhi standar kualitas. Sejauh pengamatannya, beberapa orang yang mendaftar sebagai hakim tipikor bermasalah dari segi kualitasnya.