JAKARTA, KOMPAS.com - Maria Katarina Sumarsih, ibu dari mahasiswa yang ditembak dalam Peristiwa Semanggi I, BR. Norma Irmawan, tidak menerima jika Presiden kedua RI Soeharto diberi gelar pahlawan nasional.
Sumarsih menyebut, Soeharto sebagai orang yang paling bertanggungjawab atas kasus penembakan anaknya yang terjadi di Kampus Atma Jaya pada 13 November 1998.
"Saya tidak terima jika aktor pembunuhan anak saya diberi gelar pahlawan. Dia terlibat dalam beberapa kasus pelanggaran HAM. Korbannya anak saya sendiri," ujar Sumarsih saat jumpa pers di kantor Kontras, Jakarta Pusat, Selasa (24/5/2016).
Sumarsih meminta kepada Presiden Joko Widodo untuk menolak usulan pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto. (baca: Jika Diberikan Pada Soeharto, Makna Sejati Pahlawan Akan Bergeser)
Ia mengatakan bahwa Soeharto tidak bisa disamakan dengan Presiden keempat Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Sumarsih berpendapat saat Gus Dur menjadi Presiden, 6 agenda reformasi coba untuk diterapkan meskipum Gus Dur hanya menjadi Presiden selama 2 tahun.
"Gus Dur saya nilai sebagai Presiden yang benar-benar berpihak pada rakyat. Soeharto memang berjasa, tapi kalau ditimbang, dosanya lebih banyak," kata Sumarsih.
Selain itu, menurut Sumarsih, jika gelar Pahlawan diberikan kepada Soeharto, maka Pemerintah telah melanggengkan kasus kejahatan kemanusiaan masa lalu dan tidak berpihak pada keluarga korban.
(baca: Kontras Minta Masyarakat Waspadai Kembalinya Orde Baru)
Ia menambahkan, reformasi tahun 1998 merupakan batu loncatan bagi Pemerintah dalam membuat perubahan, baik di bidang hukum, politik, sosial dan ekonomi.
Rezim Orde Baru yang dipimpin oleh Soeharto selama 32 tahun dinilai telah berkuasa menggunakan tangan besi, dengan memanfaatkan militer secara represif.
Pemerintahan Soeharto telah menyisakan kasus pelanggaran HAM berat, diantaranya penetapan Daerah Operasi Militer (DOM) Aceh tahun 1989, penembakan mahasiswa dalam kasus Trisakti, Semanggi I-II, Tragedi 13-15 Mei 1998 dan penculikan aktivis 1997-1998.
(baca: Anggap Sudah Berkontribusi Besar, Luhut Setuju Soeharto Jadi Pahlawan Nasional)
Wacana pemberian gelar pahlawan nasional bagi Soeharto sesungguhnya telah muncul beberapa kali, yakni pada tahun 2010 ketika namanya lolos sebagai calon penerima gelar pahlawan dari wilayah Jawa Tengah oleh Kementerian Sosial.
Kemudian pada tahun 2014, ketika Capres Prabowo Subianto kala itu berjanji memberikan gelar pahlawan kepada Soeharto seandainya ia terpilih sebagai presiden.
(baca: "Jika Soeharto Jadi Pahlawan, Pemerintah Ikut Langgengkan Kejahatan Kemanusiaan")