JAKARTA, KOMPAS.com - Dukungan partai yang minoritas di parlemen untuk presiden sudah menjadi semacam "tren" dalam tiga kali pemilu terakhir sejak tahun 2004.
Hal tersebut mengganggu efektivitas presiden dalam menjalankan roda pemerintahan, khususnya dalam membuat kebijakan yang membutuhkan persetujuan DPR.
Direktur Eksekutif Sindikat Pemilu dan Demokrasi Agust Mellaz mengatakan, presiden tidak hanya membutuhkan legitimasi pemilih yang besar, tapi juga dukungan mayoritas di parlemen.
"Jokowi hanya didukung 36 persen di DPR. Makanya belum ada rancangan undang-undang yang diajukan Jokowi karena dia hanya punya kursi 36 persen," ujar Agust dalam diksusi di Jakarta, Minggu (22/5/2016).
August mengatakan, untuk mencegah sistem parlementarisasi presidensialisme itu, maka Pemilihan Presiden dan Pemilihan Legislatif serentak menjadi salah satu solusi yang baik.
Dengan demikian, presiden terpilih mendapat dukungan dari partai yang mendominasi di DPR.
"Kalaupun tidak serentak, dapilnya harus dengan sistem opovov (kesetaraan nilai suara pemilih) untuk alokasi kursinya. Harus berdasarkan satu orang, satu suara agar presiden terpilih nanti dukungan di parlemen signifikan," kata August.
Bagaimanapun, Presiden membutuhkan dukungan dari mayoritas dari DPR untuk membuat kebijakan.
Jika tidak, Presiden akan terus menerus mengeluarkan Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden yang tidak harus disetujui oleh DPR.
Pada Pemilu 2004 lalu, Susilo Bambang Yudhoyono terpilih menjadi Presiden. Namun, partainya hanya mendapatkan sembilan persen kursi di parlemen.
Sementara dalam pilpres 2014, Jokowi menang dengan dukungan dari PDI Perjuangan. Namun, dukungan koalisi di parlemen hanya sekitar 208 kursi, yang terdiri dari PDIP (109), PKB (47) Nasdem (36), dan Hanura (16).
Sementara pihak oposisi, yaitu Koalisi Merah Putih jumlahnya lebih mendominasi parlemen dengan 291 kursi, yakni Golkar (91), Gerindra (73), PAN (48), PKS (40), dan PPP (39).
Di tengah-tengah, ada Partai Demokrat dengan perolehan 61 kursi yang berdiri di posisi netral.
Belakangan, peta koalisi berubah. Satu persatu partai dari KMP masuk ke koalisi pemerintah.
Dengan demikian, dukungan terhadap Pemerintah menjadi 386 kursi dari 560 kursi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.