JAKARTA, KOMPAS.com — Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Masinton Pasaribu mengatakan, upaya pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden kedua RI Soeharto mempertegas bahwa Partai Golkar merupakan warisan rezim Orde Baru.
"Adanya wacana itu menunjukkan Partai Golkar sebagai partai politik yang mewarisi golongan politik Orde Baru," ujar Masinton saat dihubungi, Kamis (19/5/2016).
Masinton pun menyatakan tidak setuju jika Soeharto diberi gelar pahlawan nasional oleh pemerintah. Meski pernah memimpin Indonesia selama 32 tahun dan diberi gelar sebagai Bapak Pembangunan, Soeharto dinilai tidak pantas diberi gelar pahlawan.
Sebab, menurut Masinton, Soeharto masih memiliki persoalan hukum terkait korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang harus diadili.
"Bagaimana memberikan gelar pahlawan sementara Soeharto sendiri bermasalah secara hukum," ujar Masinton saat dihubungi, Kamis.
Masinton menjelaskan, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) telah menetapkan Tap MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
(Baca: Masinton Nilai Gelar Pahlawan untuk Soeharto Terganjal Tap MPR)
Tap MPR itu mengamanatkan bahwa pemberantasan KKN harus dilakukan secara tegas terhadap siapa pun juga, baik pejabat negara, mantan pejabat negara, keluarga, dan kroninya, termasuk Soeharto.
"Sudah jelas Soeharto memiliki masalah hukum perihal KKN. Ke depannya malah mengaburkan hakikat kepahlawanan," kata anggota Komisi III DPR RI itu.
Sebelumnya, Musyawarah Nasional Luar Biasa Partai Golongan Karya mengusulkan agar Presiden kedua RI Soeharto menjadi pahlawan nasional.
(Baca: Munaslub Golkar Usulkan Soeharto Jadi Pahlawan Nasional)
"Partai Golkar pernah mengusulkan Soeharto jadi pahlawan nasional. Belum berhasil. Kali ini, munas mengusulkan kembali ke DPP agar Soeharto untuk menjadi pahlawan nasional," kata Aburizal Bakrie, saat masih menjabat Ketua Umum Partai Golkar, akhir pekan lalu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.