Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembongkaran Kuburan Korban Tragedi 1965 Langkah Tepat Luruskan Sejarah

Kompas.com - 16/05/2016, 21:11 WIB
Ayu Rachmaningtyas

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Upaya pemerintah untuk membongkar kuburan massal korban Tragedi 1965 dinilai sebagai langkah tepat dalam pelusuran sejarah. Hal tersebut dikemukakan Guru Besar Sosiologi Universitas Indonesia (UI) Tamrin Amal Tomagola saat ditemui di Jakarta, Senin (16/5/2016).

Tamrin mendukung keputusan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Ham (Menkopolhukam) Luhut Binsar Panjaitan dan Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Agus Widjojo yang berniat meluruskan sejarah.

"Saya sepakat dengan Pak Luhut dan Pak Agusa Wijoyo. Tahapan demi tahapan dalam pelurusan sejarah Tragedi 1965 baik dan tepat," kata Tamrin.

(Baca: Pemerintah Bentuk Tim untuk Verifikasi Data Kuburan Massal Korban 1965)

Menurut dia, negara harus berupaya membongkar kuburan-kuburan massal korban Tragedi 1965. Hal ini menjadi bagian dari upaya untuk mengungkap kebenaran sejarah.

Selain itu, negara juga harus tahu pelaku pembunuhan dan jumlah korban yang dibunuh ketika itu. Pasalnya, jika hal tersebut tidak diungkap akan ada dendam dan kekacauan kedepannya yang dirasakan pihak keluarga.

(Baca: Berbeda dengan Jokowi, Ryamizard Tolak Rencana Bongkar Kuburan Massal Tragedi 1965)

"Ini supaya generasi yang akan datang tidak ada beban. Kalau tidak diungkap akan terus jadi beban, anak cucu korban juga akan ribut dan sakit hati," kata dia.

Dia mengharapkan, jika pemerintah telah membongkar kuburan dan menemukan kesalahan yang dilakukan aparat negara, maka pemerintah wajib meminta maaf.

"Kalau negara sadar ada korban kuburan massal yang dilakukan aparat negara, maka wajib minta maaf," ujar dia.

Kompas TV Kuburan Massal Korban 1965 Ada di Semarang
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Nasional
Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Nasional
Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Nasional
Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk 'Distabilo' seperti Era Awal Jokowi

Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk "Distabilo" seperti Era Awal Jokowi

Nasional
Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Nasional
KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

Nasional
Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Nasional
Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Nasional
Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Nasional
Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Nasional
Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
DKPP Verifikasi Aduan Dugaan Ketua KPU Goda Anggota PPLN

DKPP Verifikasi Aduan Dugaan Ketua KPU Goda Anggota PPLN

Nasional
Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

Nasional
KPU Undang Jokowi Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Besok

KPU Undang Jokowi Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Besok

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com