Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Saidiman Ahmad
Peneliti Politik dan Kebijakan Publik

Peneliti Politik dan Kebijakan Publik Saiful Mujani Research and Consulting; Alumnus Crawford School of Public Policy, Australian National University.

Berharap (p)ada Golkar Baru

Kompas.com - 16/05/2016, 11:38 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Di sela kampanye pemilihan Ketua Umum Partai Golkar di Bali, salah satu kandidat terkuat, Ade Komaruddin, menyatakan perlunya memunculkan nama Soeharto sebagai ikon partai.

Pernyataan ini sebetulnya tidak benar-benar baru. Pada pemilihan umum legislatif 2014, ikon Soeharto sudah dipakai di beberapa daerah.

Gambar sang jenderal besar dengan kalimat ‘Piye kabare? Penak jamanku toh?’ sudah ada di banyak lokasi kampanye.

Selain angkatan bersenjata dan birokrasi, Golkar adalah penyangga utama rezim Orde Baru Soeharto. Karena itu, pernyataan bahwa Soeharto layak jadi ikon partai Golkar juga sangat sah.

Yang menarik adalah jika pernyataan itu ditempatkan dalam konteks dinamika partai Golkar pasca-Orde Baru yang justru memiliki semangat mengakomodir perubahan.

Ketika gerakan reformasi pecah di hampir semua kota di Indonesia, secara matematis mestinya Golkar ikut tumbang bersama tumbangnya Soeharto.

Di luar dugaan, partai ini justru tampil kokoh sebagai salah satu kekuatan politik utama di masa reformasi.

Pada Pemilu pertama era reformasi, Golkar menjadi pemenang kedua. Hanya butuh satu periode untuk kemudian menjadikan Golkar sebagai pemenang pertama di tahun 2004.

Penjelasan utama dari kedigdayaan partai berlambang pohon ini tak lain adalah kemampuannya melakukan adaptasi pada setiap perubahan politik yang ada.

Sebagai kekuatan politik dominan, Golkar bahkan bisa disebut sebagai salah satu penggerak perubahan itu sendiri.

Euforia reformasi sesungguhnya menempatkan Golkar terancam. Pada masa-masa yang sangat genting dan krusial itu, muncul Akbar Tanjung mengambil-alih kepemimpinan dan segera melakukan re-branding partai.

Akbar saat itu mengusung slogal ‘Golkar baru’ sebagai penanda bergabungnya partai ini bersama arus besar perubahan di era reformasi.

Tulang punggung perubahan Golkar ada pada semangat desentralisasi. Golkar yang selama puluhan tahun merupakan partai paternalistik, di mana kekuasaan sentral partai ada pada figur Soeharto, sejak Reformasi secara tegas bergerak menjadi partai dengan kekuasaan yang lebih plural dan tersebar.

Pada saat yang sama, partai-partai baru yang lahir di masa reformasi justru kental dengan semangat patronase: ada Abdurrahman Wahid di Partai Kebangkitan Bangsa, Amin Rais di Partai Amanat Nasional, Megawati Soekarno Putri di Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.

Demikian pula yang terjadi pada partai-partai yang lebih baru, misalnya ada figur utama Susilo Bambang-Yudhoyono di Partai Demokrat, Prabowo Subianto di Partai Gerindra, Surya Paloh di Partai Nasional Demokrat, dan Wiranto di Partai Hati Nurani Rakyat. Sementara Partai Keadilan Sejahtera didominasi dan terhegemoni oleh keputusan Dewan Syuro yang nyaris tak bisa digugat oleh kader partai.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com