JAKARTA, KOMPAS.com - Mencuatnya kasus YN, siswi SMP di Bengkulu yang diperkosa dan dibunuh oleh 14 orang remaja, menjadi cambuk bagi pemerintah untuk melakukan berbagai pembenahan sistem hukum maupun pendidikan.
Pada aspek hukum, pemerintah tengah menyusurn regulasi baru untuk memperberat hukuman bagi pelaku asusila. Sementara dari segi pendidikan, peran orangtua menjadi ujung tombak bagi pembentukan karakter anak.
Hal itu disampaikan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani usai menggelar rapat tertutup bersama sejumlah menteri di Kantor Kemenko PMK, Jakarta Pusat, Selasa (10/5/2016).
"Tetap diperlukan keberadaan orangtua untuk bisa memberikan atau membimbing anak anaknya," kata Puan.
Menurut dia, peran orangtua menjadi sangat vital karena dengan memberi pendidikan yang layak itulah nantinya seorang anak mampu membedakan yang baik dan buruk dalam bersikap.
(Baca: Dalam Perppu Baru, Pelaku Kejahatan Seksual yang Masih Anak-anak Akan Direhab)
"Bukan hanya dalam segi pendidikan tapi juga moral akhlak dan agama agar mereka paham mana baik dan mana yang tidak," tutur Puan.
Jika seorang anak sudah memiliki kepribadian yang baik, tentu kasus kekerasan dan pelecehan seksual yang melibatkan anak-anak dapat ditekan.
Sebelumnya hal serupa juga dikatakan oleh Aquino Hayunta, salah satu orangtua yang memiliki perhatian terhadap isu kekerasan anak di Komunitas Pasukan Jarik.
Menurut dia, pendidikan seksual itu harus mulai diajarkan di sekolah-sekolah dan lingkup keluarga. Caranya, dengan memberikan materi pendidikan seksual yang baik dengan cara ilmiah.
(Baca: Ini Alasan Menkes Suntik Hormon Belum Bisa Diterapkan ke Pelaku Kejahatan Seksual)
Orangtua jangan merasa terbelenggu dengan kata-kata tabu. Para orangtua, kata Aquino, bisa mulai dengan mengajarkan penyebutan alat kelamin dengan kata penis atau vagina, bukan dengan kata ganti lain.
"Orangtua banyak dibatasi oleh kata tabu. Mulai saja dengan menyebut alat kelamin dengan kata penis atau vagina. Bukan dengan kata ganti lain, misalnya 'burung'," ujar Aquino saat ditemui di kantor YLBHI, Jakarta Pusat, Selasa (3/5/2016).
(Baca: Jokowi Instruksikan Segera Buat Aturan Hukuman Berat Pelaku Kejahatan Seksual)
Lebih lanjut, dia menjelaskan, orangtua juga harus mengajari anak bahwa manusia adalah makhluk seksual. Pertumbuhan seksual dibicarakan dengan baik, misalnya saat anak remaja mulai menstruasi atau ketika anak laki-laki mulai mimpi basah.
Orangtua pun harus fokus pada persoalan biologis dan ekspresi seksual, misalnya saat anak mulai memperlihatkan ketertarikan terhadap lawan jenisnya.
"Kebanyakan orangtua melarang anaknya pacaran. Seharusnya bukan melarang, melainkan menerangkan konsekuensi dari pacaran. Semua harus dibicarakan," ucap dia.