JAKARTA, KOMPAS.com — Bakal calon ketua umum Partai Golkar, Mahyudin, mengaku telah menyerahkan uang sumbangan yang diperuntukkan bagi penyelenggaraan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Golkar.
Meskipun demikian, sebelumnya Komisi Pemberantasan Korupsi telah menyatakan bahwa sumbangan tersebut dikategorikan sebagai politik uang.
"Namanya kader, kan sudah diatur di dalam AD/ART, ada sumbangan tidak mengikat dan usaha-usaha lain yang sah," kata Mahyudin di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (4/5/2016).
Menurut dia, sumbangan yang sebelumnya dibebankan steering committee kepada masing-masing bakal calon ketua umum merupakan bagian dari tanggung jawab kader. Sebab, penyelenggaraan Munaslub membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
(Baca: Daftar Calon Ketum Golkar, Mahyudin Ajak Istri)
"Saya tidak keberatan, dunia akhirat ikhlas kalau berjuang untuk partai. Jangankan sumbangan uang, saya disuruh jual rumah juga saya jual," kata Wakil Ketua MPR itu.
Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarief sebelumnya menilai, iuran sebesar Rp 1 miliar yang dibebankan kepada setiap calon ketua umum Partai Golkar sama dengan politik uang.
Syarief berharap iuran tersebut dibatalkan. (Baca: KPK Anggap Iuran Rp 1 Miliar bagi Calon Ketum Golkar adalah Politik Uang)
"Itu politik uang yang nyata. Mana ada di dunia, kalau mau jadi ketua partai harus nyumbang Rp 1 miliar," ujar Syarief.
Sejauh ini, para calon ketum Golkar tak berkeberatan atas keputusan DPP Golkar terkait setoran Rp 1 miliar per calon.
Setoran itu disebut untuk membantu biaya penyelenggaraan Munaslub di Bali yang mencapai Rp 47 miliar. Rencananya, Munaslub digelar pada 15 Mei 2016.