JAKARTA, KOMPAS.com - Mayor Jenderal Purnawirawan Kivlan Zen menjadi satu dari sejumlah negosiator yang terlibat dalam upaya pembebasan 10 warga negara Indonesia yang disandera kelompok Abu Sayyaf.
Sepuluh anak buah kapal Brahma 12 itu dibebaskan tanpa ditukar dengan uang tebusan 50 juta peso atau sekitar Rp 14,3 miliar seperti yang diminta pihak penyandera.
Kivlan mengakui bahwa uang tersebut telah disiapkan.
"Tidak ada serah terima ABK dengan ditukar uang," ujar Kivlan saat dihubungi, Selasa (3/5/2016).
Selain Kivlan dan rekan-rekannya yang tergabung dalam tim negosiator, ada pula seorang pria bernana Budiman yang diutus untuk menyerahkan uang tebusan.
(baca: Megawati: Jelas Saja Sandera Dilepas, Wong Dibayar Kok!)
Penyelamatan 10 ABK tersebut pun tak lepas dari bantuan pemerintah Filipina, salah satunya Gubernur Sulu Abdusakut Toto Tan II yang merupakan keponakan pemimpin Moro National Liberation Front (MNLF), Nur Misuari.
Misuari merupakan rekan Kivlan saat bertugas sebagai pasukan Perdamaian Filipina Selatan pada 1995-1996.
(baca: "Jangan Ada yang Cari Panggung Klaim Sepihak Bebaskan 10 WNI")
Kivlan mengaku, pengalaman itu yang menjadi salah satu alasan mengapa dirinya diajak menjadi tim negosiator. Namun, ia enggan menyebut siapa pihak yang memintanya terlibat karena operasi intelijen masih berjalan.
Negosiasi, kata dia, telah dilangsungkan sejak 27 Maret 2016.
"Karena saya pernah bertugas menjadi pasukan Perdamaian Filipina Selatan dan sangat mengetahui daerah tersebut. Tahu betul medan," imbuhnya.
Ia menyebutkan, penyelamatan murni dari hasil negosiasi. Sehingga, meski tebusan telah disiapkan, uang tersebut kembali dibawa pulang.
(Baca: Negosiator Sebut Pembebasan 10 WNI Tanpa Uang Tebusan, Ini Ceritanya...)
10 WNI tersebut, tutur Kivlan, kemudian diantar dan ditinggalkan begitu saja di luar rumah Gubernur Sulu. Mereka lalu beristirahat di rumah Gubernur Sulu sebelum diterbangkan ke Jakarta.
PT Brahma International sebelumnya menyatakan, pihaknya tidak memberikan uang untuk menebus para awak kapalnya.
Mereka mengaku tidak terlibat langsung dalam negosiasi dan proses pembebasan awaknya. (baca: Pihak Perusahaan Tak Keluarkan Uang untuk Bebaskan ABK-nya yang Disandera)
Pihak PT Brahma Internasional hanya diwakili mitranya, PT Patria Maritime Line, selaku operator tugboat dan kapal tongkang Anand 12 yang membawa 10 ABK.