JAKARTA, KOMPAS.com - Aparat penegak hukum, khususnya Kejaksaan dan Polri, diminta menuntaskan pengusutan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang mangkrak di tingkat penyelidikan maupun penyidikan.
Menurut Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho, Presiden Joko Widodo harus tegas meminta Jaksa Agung M Prasetyo dan Kapolri Jenderal Badrodin Haitu untuk melanjutkan perkara tersebut.
"Catatan Kejagung, ada 38 debitur BLBI yang 'nyangkut'. Saya khawatir nanti SP3," ujar Emerson di sekretariat ICW, Jakarta, Minggu (1/5/2016).
Emerson mengatakan, biasanya Polri dan Kejagung tidak mengumumkan perkara yang dihentikan sehingga publik tidak tahu akhir dari pengusutan kasus BLBI.
Selain itu, ICW juga meminta agar perkara yang pernah dihentikan penyidikannya untuk dibuka kembali jika ditemukan kejanggalan.
"Saya pikir SP3-nya bisa dibatalkan dan diusut lagi," kata Emerson.
Ke depannya, perlu ada tim yang kredibel dalam mengusut perkara ini. Jangan sampai muncul lagi kasus ada jaksa yang melindungi tersangka BLBI, seperti jaksa Urip Tri Gunawan.
Oleh karena itu, kata Emerson, tim tersebut juga harus disupervisi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bahkan, lembaga antirasuah itu diminta juga terlibat untuk membuka kembali kasus BLBI yang sempat tenggelam.
"KPK sebaiknya tidak ragu terlibat dalam kasus BLBI. Dia bisa ambil alih kasus BLBI kelas kakap yang dihentikan kejaksaan," kata Emerson.
Lagipula, KPK pernah menangani kasus BLBI di tingkat penyelidikan sejak tahun 2008 hingga KPK jilid III. Bahkan, Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono meminta KPK agar tidak ragu mengambil alih perkara korupsi BLBI di Polri dan Kejagung.
Namun, kata Emerson, setelah muncul kriminalisasi terhadap KPK, kasus BLBI tidak pernah muncul lagi.
"Semoga Jokowi tidak lupa penanganan kasus ini. Perlu ada keberanian buka kembali kasus BLBI. Satu-satunya harapan ada di KPK," kata Emerson.