JAKARTA, KOMPAS.com - Pemberian remisi untuk narapidana khusus seperti narkoba dinilai bukanlah sebuah solusi untuk mengatasi kerusuhan dalam lapas.
Kementerian Hukum dan HAM diminta untuk mencari solusi yang lebih komprehensif daripada pemberian remisi ini.
"Kedua hal ini terus menerus dikaitkan, padahal tidak ada hubungannya sama sekali antara remisi dan kerusuhan di lapas," kata Wakil Direktur Center for Detention Studies Gatot Goei dalam sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu (30/4/2016).
Daripada memberi remisi untuk napi narkoba, Gatot menyarankan agar Menkumham fokus saja membenahi berbagai masalah yang ada di dalam lapas seperti overkapasitas, terbatasnya petugas, dan keadilan bagi para narapidana.
"Kita pertanyakan wacana pemberian remisi ini yang justru datang dari dalam Menkumham sendiri," ucap Gatot.
Sementara Anggota Komisi III DPR Arsul Sani menyoroti napi koruptor yang juga akan mendapatkan remisi apabila napi narkoba mendapatkan remisi.
Sebab, saat ini napi kasus narkoba, koruptor dan terorisme yang masuk ke pidana khusus diatur dalam aturan yang sama, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
"Upaya merevisi PP 2009 tahun 2012 ini oleh teman-teman masyarakat sipil dianggap meringankan koruptor. Sudah vonis ringan, dikasih remisi dan pembebasan bersyarat," ucap Arsul.
Politisi PPP ini mengusulkan agar ada aturan yang lebih komprehensif yang bisa membedakan remisi untuk napi kasus korupsi dan napi kasus narkoba.
Adapun Juru Bicara Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Akbar Hadi tetap kekeuh bahwa napi khususnya kasus narkoba harus mendapatkan remisi.
Sebab, jumlah napi narkoba ini cukup banyak dan bisa menyebabkan overkapasitas lapas dan memperbesar potensi kerusuhan.
Para napi kasus narkoba itu pun kebanyakan enggan berkelakuan baik karena tak akan mendapat remisi.
"Karena tidak ada reward-nya, ini jadi persoalan besar. Warga binaan jadi tidak mau berkelakuan baik," ucapnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.