Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dalam Draf RUU Antiterorisme, Pemerintah Dinilai Gunakan Pendekatan "Perang"

Kompas.com - 29/04/2016, 16:42 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Draf Revisi Undang-undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme masih menuai protes dari kalangan masyarakat sipil, pemerhati hukum, dan kebijakan.

Peneliti dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Miko Ginting mengatakan bahwa perspektif dalam RUU baru ini cenderung diarahkan hanya pada upaya penindakan dengan mencantumkan pasal-pasal karet.

Miko menilai RUU tersebut memiliki pendekatan penindakan di luar hukum.

Dia menyebut, pemerintah justru mengguanakan pendekatan perang seperti yang diterapkan oleh Amerika Serikat pasca peristiwa serangan teroris 9/11 di gedung World Trade Center.

Oleh karena itu, kata Miko, RUU anti-teror tidak mengakomodasi prinsip-prinsp hak asasi manusia dan prinsip akuntabilitas.

"RUU ini memiliki pendekatan di luar hukum. Materi yang diatur lebih condong pada pendekatan perang seperti di Amerika. Indonesia menggunakan pendekatan yang sama," ujar Miko saat jumpa pers di kantor Kontras, Jumat (29/4/2016).

(Baca: Ini Sejumlah Perhatian Pemerintah dalam Revisi UU Antiterorisme)

Lebih lanjut, Miko menjelaskan, di dalam UU anti-teror, tindak pidana terorisme dikategorikan sebagai tindak pidana, maka pendekatan yang diterapkan harus sesuai dengan koridor penegakan hukum pidana.

Namun, Miko berpendapat, RUU yang sekarang dibahas justru tidak sesuai dengan koridor hukum. Dia mencontohkan, pasal mengenai kewenangan penangakapan terduga teroris yang bertentangan dengan KUHAP.

RUU tersebut memberikan kewenangan bagi penyidik untuk melakukan penangkapan kepada terduga teroris dalam waktu 30 hari. Sedangkan dalam KUHAP masa penangkapan ditetapkan 1 hari.

(Baca: Tak Jadi Solusi, Hukuman Mati Diminta Dihapus dalam RUU Anti-Terorisme)

Selain itu, nomenklatur hukum di Indonesia tidak mengenal status hukum terduga. KUHAP mengatur penangkapan dan penahanan hanya dapat dilakukan terhadap tersangka atau terdakwa berdasarkan bukti permulaan yang cukup.

Di samping itu, Miko juga menyoroti pasal yang memberikan kewenangan penegak hukum untuk menempatkan seorang terduga di tempat tertentun yang tidak diketahui selama 6 bulan.

"RUU ini jauh dari perspektif hukum, akuntabilitas dan perlindungan HAM. Seharusnya upaya pemberantasan juga harus pro yustisia," ungkapnya.

(Baca: Pasal “Guantanamo” di RUU Antiterorisme Penuh Kontroversi)

Di samping itu, Miko juga menyoroti soal pembahasan RUU yang belum melibatkan partisipasi publik. Menurut Miko, pembuat UU memiliki kewajiban untuk menginformasikan segala sesuatu mengenai pembahasan RUU di parlemen.

"Soal pembahasan, publik belum dilibatkan secara aktif, karena pengemban RUU ini kan masyarakat. Pembahasan RUU anti teror selama ini terkesan tertutup," ujar Miko.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Pengembalian Uang Rp 40 Juta ke KPK, Nasdem: Nanti Kami Cek

Soal Pengembalian Uang Rp 40 Juta ke KPK, Nasdem: Nanti Kami Cek

Nasional
Kubu Anies-Muhaimin Minta 4 Menteri Dihadirkan Dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Kubu Anies-Muhaimin Minta 4 Menteri Dihadirkan Dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Selain Menteri PDI-P, Menteri dari Nasdem dan 2 Menteri PKB Tak Ikut Buka Puasa Bersama Jokowi

Selain Menteri PDI-P, Menteri dari Nasdem dan 2 Menteri PKB Tak Ikut Buka Puasa Bersama Jokowi

Nasional
Imigrasi Bakal Tambah 50 'Autogate' di Bandara Ngurah Rai

Imigrasi Bakal Tambah 50 "Autogate" di Bandara Ngurah Rai

Nasional
Diminta Timnas Anies-Muhaimin Hadiri Sidang MK, Sri Mulyani Senyum dan Geleng-geleng Kepala

Diminta Timnas Anies-Muhaimin Hadiri Sidang MK, Sri Mulyani Senyum dan Geleng-geleng Kepala

Nasional
Imigrasi Terapkan SIMKIM di PLBN Buat Pantau Pelintas Batas

Imigrasi Terapkan SIMKIM di PLBN Buat Pantau Pelintas Batas

Nasional
Imigrasi Bakal Terapkan 'Bridging Visa' Buat WNA Sedang Urus Izin Tinggal

Imigrasi Bakal Terapkan "Bridging Visa" Buat WNA Sedang Urus Izin Tinggal

Nasional
Muncul Wacana Cak Imin Maju di Pilgub Jatim, Dewan Syuro PKB: Fokus Kawal MK

Muncul Wacana Cak Imin Maju di Pilgub Jatim, Dewan Syuro PKB: Fokus Kawal MK

Nasional
Seluruh Kantor Imigrasi Kini Layani Pembuatan Paspor Elektronik

Seluruh Kantor Imigrasi Kini Layani Pembuatan Paspor Elektronik

Nasional
KPK Sebut Nasdem Sudah Kembalikan Rp 40 Juta dari SYL

KPK Sebut Nasdem Sudah Kembalikan Rp 40 Juta dari SYL

Nasional
17 Agustus 2024, Paspor RI Ganti Warna

17 Agustus 2024, Paspor RI Ganti Warna

Nasional
Komisi VIII DPR Harap Resolusi Gencatan Senjata di Gaza Akhiri Penderitaan Rakyat Palestina

Komisi VIII DPR Harap Resolusi Gencatan Senjata di Gaza Akhiri Penderitaan Rakyat Palestina

Nasional
PAN Sebut Susunan Kabinet Prabowo Akan Dibahas Usai Gugatan di MK Selesai

PAN Sebut Susunan Kabinet Prabowo Akan Dibahas Usai Gugatan di MK Selesai

Nasional
DPR RI Resmi Sahkan RUU Desa Menjadi UU, Jabatan Kades Kini Jadi 8 Tahun

DPR RI Resmi Sahkan RUU Desa Menjadi UU, Jabatan Kades Kini Jadi 8 Tahun

Nasional
Menko Polhukam Akan Bentuk Tim Tangani Kasus TPPO Bermodus 'Ferienjob' di Jerman

Menko Polhukam Akan Bentuk Tim Tangani Kasus TPPO Bermodus "Ferienjob" di Jerman

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com