JAKARTA, KOMPAS.com - Revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah dipastikan tak akan rampung tepat waktu.
Sebab, hingga kini masih ada sejumlah pasal yang diperdebatkan antara pemerintah dengan Komisi II DPR.
Komisioner Komisi Pemilihan Umum Juri Ardiantoro mengatakan, pada dasarnya KPU ingin agar revisi UU Pilkada dilakukan secara menyeluruh. KPU ingin agar UU Pilkada yang baru mengatur secara detail dan menyeluruh seluruh kegiatan operasional pilkada.
"Tapi karena waktu, maka pilihannya hanya revisi terbatas. Karena akan digunakan dalam pilkada serentak 2017," kata Juri di Kompleks Parlemen, Selasa (26/4/2016).
Wakil Ketua Komisi II DPR Lukman Edy sebelumnya menyebut, ada dua hal krusial yang membuat Revisi UU Pilkada hingga kini berlangsung alot.
Kedua poin itu adalah soal mundur atau tidaknya calon yang berasal dari unsur TNI/Polri dan PNS, serta syarat dukungan minimal calon independen.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, menurut Lukman, telah meminta agar target penyelesaian pembahasan diundur hingga akhir Mei 2016.
Sebab, Mendagri ingin berkonsultasi terlebih dahulu dengan Presiden Joko Widodo atas sejumlah poin yang masih diperdebatkan.
Menurut Juri, jika penyelesaian revisi UU Pilkada kembali molor dari jadwal yang ditentukan yakni akhir April 2016, maka hal itu dikhawatirkan berdampak pada penyelenggaraan tahapan pilkada serentak mendatang.
"Tapi prinsipnya, sepanjang UU itu belum lahir, maka KPU akan berkaca pada UU sebelumnya. Dan UU sebelumnya, pilkada serentak diselenggarakan Februari 2017," ujarnya.