JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus suap dalam proyek pembangunan infrastruktur di Maluku dan Maluku Utara di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) diduga menyebabkan perpecahan di internal Fraksi PKB di DPR.
Hal itu diketahui dari fakta persidangan terhadap pengusaha Abdul Khoir yang didakwa memberikan suap bagi anggota DPR.
Dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (25/4/2016), Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan empat saksi. Dua di antaranya adalah anggota Fraksi PKB, yakni Alamuddin Dimyati Rois dan Muhammad Toha.
Dalam tanya jawab, hakim menanyakan kepada M Toha, apakah ada pemberian berupa uang yang seharusnya diterima terkait usulan proyek tetapi tidak jadi karena ada konflik internal di Fraksi PKB. Toha maupun Alammudin sama-sama membantah hal tersebut.
"Tidak ada, kami harmonis, Yang Mulia," ujar Alamuddin menjawab pertanyaan hakim.
Selain hakim, Penuntut Umum KPK juga menanyakan hal seputar adanya perpecahan internal akibat proyek di Maluku dan Maluku Utara.
Kali ini, Penuntut Umum KPK memperlihatkan bukti bahwa ada konflik internal yang diduga akibat perebutan jatah proyek. Penuntut Umum memperlihatkan alat bukti berupa pesan singkat melalui Blackberry Mesangger yang disampaikan M Toha kepada anggota Komisi V DPR dari Fraksi PDI-P Damayanti Wisnu Putranti.
M Toha diduga membicarakan mengenai pengangkatan Musa Zainuddin, anggota Fraksi PKB lainnya yang menggantikan dirinya menjadi Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi).
Berikut percakapan Toha dan Damayanti yang diambil dari foto layar ponsel:
"M Toha: Bagaimana menurutmu tentang musa?
Damayanti: Menurut Mas?
M Toha: di atas bajingan"
Kepada Penuntut Umum, M Toha mengakui bahwa pesan tersebut benar adanya. Menurut dia, pertanyaan dan pernyataan tersebut dilontarkan lantaran ia merasa marah atas penunjukkan Musa Zainuddin yang menggantikannya sebagai Kapoksi PKB.
"Secara wajar, mungkin karena saya diganti. Mungkin karena cara-caranya yang tidak benar," kata Toha.
Menurut Penuntut Umum KPK, Abdul Basir, informasi mengenai perpecahan di internal PKB disampaikan Damayanti dalam pemeriksaan di pengadilan. Diduga, seorang Kapoksi akan mendapat jatah suap proyek lebih besar dari anggota biasa.
"Apa benar, karena jatah Kapoksi lebih besar, bisa sampai Rp100 miliar?" kata Abdul Basir.