JAKARTA, KOMPAS.com - Tokoh Masyarakat Muslim Aceh Singkil, Ramli Malik, menampik kabar bahwa telah terjadi perang agama yang menjadi penyebab pembakaran gereja Huria Kristen Indonesia (HKI) pada 13 Oktober 2015 lalu di Aceh Singkil.
Ramli menjelaskan bahwa hubungan antara umat beragama, terutama Islam dengan Kristen, secara umum tidak ada masalah.
Ia juga mengatakan, sebelum terjadi peristiwa yang disertai terbakarnya gereja, tidak pernah ada konflik antara umat Islam dengan Kristen.
"Semuanya baik-baik saja. Sebelum peristiwa pembakaran gereja, tidak ada konflik antara Islam dengan Kristen di Aceh Singkil," ujar Ramli saat mengadukan masalah kebebasan beragama dan beribadah di Aceh Singkil ke Komnas HAM, Jumat (22/4/2016).
Menurut Ramli, peristiwa pembakaran gereja pada tanggal 13 Oktober 2015 itu terjadi karena pemerintah kabupaten kurang tegas dan tidak cepat memberikan izin pembangunan gereja kepada umat Nasrani.
Tuntutan demo yang terjadi pada tanggal 6 Oktober 2015 itu, kata Ramli , menuntut pemerintah daerah agar menertibkan rumah ibadah yang tidak memiliki izin, bukan menuntut pengusiran umat Kristen.
"Jadi asumsinya kalau pemerintah daerah memberikan izin tidak akan ada konflik di sana. Intinya Pemuda Peduli Islam Aceh Singkil itu menuntut pemerintah menertibkan rumah ibadah yang tidak memiliki izin," ucapnya.
Lebih lanjut ia menuturkan bukti bahwa tidak pernah ada peristiwa intoleransi di Aceh Singkil. Setelah ada arus pengungsian pasca pembakaran gereja, banyak rumah-rumah orang Kristen yang ditinggalkan oleh seluruh penghuninya.
Kalau memang benar ada konflik antar umat beragama, seharusnya ada upaya perusakan atau pembakaran. Namun, faktanya rumah-rumah orang Kristen tersebut tidak disentuh sama sekali.
"Pemerintah daerah dan media terlalu cepat mengatakan ada konflik agama di Aceh Singkil. Aceh Singkil dibilang mencekam. Kalau pemerintah daerah benar-benar ingin melindungi masyarakatnya maka segeralah memberikan izin pembangunan rumah ibadah di Aceh Singkil," kata Ramli.
Ia pun berharap pemerintah pusat harus terlibat dalam menyelesaikan persoalan tersebut dan Kepolisian serta Badan Intelijen Negara diminta mencari aktor intelektual peristiwa pembakaran gereja pada Oktober 2015 lalu.
Sebelumnya, Menteri Agama Lukman Hakim Syaifuddin menduga ada motif di luar isu agama yang memicu perusakan tempat ibadah dan bentrokan di Kabupaten Aceh Singkil. Dugaan itu telah ia sampaikan kepada Presiden Joko Widodo.
"Boleh jadi ada kepentingan-kepentingan lain, tidak sepenuhnya soal agama yang ikut terlibat sebagai pemicu munculnya kasus di Singkil itu," kata Lukman.