JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Harry Azhar Azis diketahui belum memperbarui Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi sejak 2010.
Menurut Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII) Dadang Trisasongko, hal tersebut terjadi karena saat ini KPK tidak memiliki instrumen hukum yang bisa memaksa dan memberi sanksi berat apabila seorang pejabat tidak mematuhi ketentuan menyerahkan LHKPN.
Selain itu, keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh KPK juga mempersulit upaya pemeriksaan pejabat publik yang belum mengumpulkan LHKPN.
"Seperti kita ketahui sumber daya KPK sangat terbatas dan tidak ada alat untuk memaksa," ujar Dadang saat ditemui Kompas.com, di kawasan Monumen Nasional, Kamis malam (21/4/2016).
"Kalau orang tidak melapor atau tidak sesuai laporannya, KPK tidak bisa memaksa. Permasalahannya masih di situ," kata dia.
Menurut Dadang, saat ini belum ada instrumen yang bisa digunakan untuk memaksa pejabat publik menyerahkan LHKPN. Pun tidak ada sanksi apabila tidak menyerahkan.
Karena itu TII mengusulkan pemerintah dan DPR membuat mekanisme asset declaration.
Mekanisme tersebut idealnya diatur dalam sebuah UU lengkap dengan penerapan sanksinya sebagai alat untuk menangkal korupsi.
Di negara maju yang tingkat pemberantasan korupsinya bagus, mereka sudah memiliki sistem untuk memastikan bahwa setiap pejabat publik mematuhi kewajiban LHKPN.
Jika tidak dipatuhi maka ada sanksi yang bisa dikenakan. Hal yang sama juga berlaku bagi pejabat yang LHKPN-nya tidak sesuai dengan kenyataannya.
"Mekanisme asset declaration bisa digunakan pemerintah untuk memberantas korupsi," kata Dadang.
Dadang juga menambahkan, dengan adanya mekanisme asset declaration, masyarakat bisa meringankan kerja KPK dengan ikut memberikan pengawasan atas kebenaran dari laporan LHKPN yang sudah diserahkan.
Kontrol oleh publik sangat penting mengingat terbatasnya sumber daya yang dimiliki oleh KPK.
"Jadi KPK bisa mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dalam mengawasi kebenaran data yang ada di LHKPN," tuturnya.