JAKARTA, KOMPAS.com - Respublica Political Institute (RPI) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar bergerak cepat dalam mengusut pengakuan Damayanti Wisnu Putranti saat menjalani persidangan sebagai saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Direktur Eksekutif RPI, Benny Sabdo mengatakan, apa yang disampaikan Damayanti sudah sangat gamblang.
“Korupsi anggaran selama era reformasi selalu dilakukan secara berjamaah. Biasanya uang suap tersebut dibagi rata sesuai besaran kuota kursi per fraksi,” ujar Benny melalui keterangan tertulisnya kepada Kompas.com, Minggu (17/4/2016).
Lebih lanjut, Benny menjelaskan dalam setiap kasus korupsi angaran yang pernah terjadi, selalu melibatkan tiga aktor inteleklual yakni, pihak eksekutif, legislatif, dan korporasi.
(Baca: "Kicauan" Damayanti Soal Kode dan Daftar Penerima Suap di Komisi V DPR)
Oleh karena itu, KPK harus mengusut tuntas siapa-siapa saja orang yang terlibat, tidak tebang pilih dan hanya berhenti hanya pada Damayanti saja.
"KPK harus segera mengusut pihak eksekutif dan para pimpinan Komisi V DPR, Kapoksi, dan anggota-anggota yang diduga terlibat,” kata Benny.
Selain itu, menurut Benny, kasus Damayanti ini juga harus dijadikan pintu masuk untuk melakukan pembenahan secara serius dalam bidang politik anggaran DPR.
(Baca: Dugaan Suap Proyek, "Nyanyian" Damayanti, hingga Aksi Tutup Mulut Komisi V DPR)
Selama ini, pasal 80 huruf j UU MD3 memberikan kesempatan bagi anggota dewan untuk mengusulkan dan memperjuangkan program daerah pemilihan. Sementara itu, ia menganggap fungsi check and balances tidak berjalan sebagaimana mestinya.
“Fungsi kontrol tidak pernah terjadi karena dalam prakteknya antara korporasi, legislatif, dan eksekutif saling kongkalikong,” ujar dia.