Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aksi Kamisan dan Kisah Sumarsih yang Tergelincir ke Tengah Kekerasan Politik

Kompas.com - 15/04/2016, 07:35 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kehidupan Maria Katarina Sumarsih berubah sejak "Jumat Kelabu" pada 13 November 1998.

Hari itu, anaknya yang bernama Bernardus Realino Norma Irmawan (Wawan), mahasiswa Fakultas Ekonomi Unika Atma Jaya Jakarta, tertembak di halaman kampusnya oleh aparat keamanan yang sedang melakukan pengamanan demonstasi mahasiswa.

Demonstrasi besar-besaran tersebut terjadi karena mahasiswa menolak Sidang Istimewa yang dinilai inkonstitusional, menuntut dihapusnya dwifungsi ABRI dan meminta Presiden BJ Habibie untuk segera mengatasi krisis ekonomi.

Menurut penuturan Sumarsih yang diperoleh dari beberapa saksi mata, Wawan tertembak ketika mencoba menolong seorang mahasiswa yang terluka. Saat demonstrasi, Wawan memang sedang bertugas sebagai Tim Relawan Kemanusiaan (TRK).

Pasca-peristiwa yang dikenal dengan Tragedi Semanggi I itu, Sumarsih aktif turun ke jalan, melakukan advokasi bersama eleman mahasiswa dan beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat yang bergerak di bidang hak asasi manusia.

Bersama keluarga korban yang lain, tidak jarang Sumarsih ikut merasakan panasnya aspal jalanan, berorasi tanpa pernah mengeluh lelah.

"Saya merasakan hidup saya tergelincir ke tengah kekerasan politik," tutur Sumarsih dalam diskusi "Perempuan Melawan Arus" yang diselenggarakan oleh Penerbit Buku Kompas, di Bentara Budaya Jakarta, Palmerah Selatan, Kamis (14/4/2016).

Sudah berbagai macam upaya ia lakukan agar kasus tertembaknya Wawan dibawa ke meja pengadilan. Dari audiensi hingga demonstasi.

Mulai dari pertemuan dengan Komnas HAM, Kejaksan Agung, hingga Presiden. Namun, semua itu belum juga membuahkan kepastian hukum dari Pemerintah.

Pada 18 Januari 2007, Sumarsih dan keluarga korban pelanggaran HAM yang tergabung dalam Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) menginisiasi sebuah aksi diam yang disebut aksi Kamisan.

Setiap Kamis sore, mereka berdiri diam sambil memegang payung berwarna hitam di seberang Istana Negara. Berharap Presiden bisa melihat apa yang menjadi tuntutan mereka, penuntasan kasus-kasus pelanggaran berat HAM masa lalu.

"Kekerasan tidak bisa dihadapi dengan kekerasan. Setiap hari Kamis itu hanya berdiri diam. Ketika diam bukan berarti kalah, diam kami tetap menyuarakan penegakan hukum," ucap Sumarsih.

Hampir sepuluh tahun berlalu sejak aksi Kamisan pertama digelar. Sudah banyak banyak keluarga korban yang lelah dan memilih menyerah dengan melanjutkan kehidupannya seperti biasa.

(Baca: Mulai Pekan Depan, Aksi Kamisan Dilarang Dilakukan di Depan Istana)

Namun, Sumarsih memilih untuk terus melakukan aksi Kamisan, meski kepolisian pernah melarang dengan alasan tidak boleh ada aksi penyampaian pendapat sepanjang 100 meter dari Istana Negara.

Bagi Sumarsih, apa yang sudah dijanjikan oleh Presiden Joko Widodo untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM sesuai undang-undang pengadilan HAM harus terpenuhi.

(Baca: Sumarsih Akan Terus Aksi Kamisan Meski Jokowi Usulkan Rekonsiliasi)

"Kenapa saya bertahan? Karena sebagai seorang Ibu, saya merasa penembakan Wawan itu melekat erat dalam diri saya. Saya yang melahirkan, membesarkan dan merawat Wawan," ucap Sumarsih.

Kompas TV 30% Warga Gresik Kena ISPA?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

Nasional
Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Nasional
Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Nasional
Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Nasional
Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Nasional
Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Nasional
Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Nasional
Wapres Sebut Target Penurunan 'Stunting' Akan Dievaluasi

Wapres Sebut Target Penurunan "Stunting" Akan Dievaluasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com