JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Komisi I DPR, Effendi Simbolon, mengkritik pemerintah terkait keputusan pemilik kapal yang akan memenuhi uang tebusan 50 juta peso atau sekitar Rp 14,3 miliar kepada kelompok Abu Sayyaf.
Atas keputusan perusahaan itu, pemerintah menurut dia telah tunduk kepada kelompok yang menyandera 10 warga negara Indonesia (WNI) itu.
"Saya prihatin, masa kita harus tunduk dengan menerima tuntutan dan mengiyakan tebusan dari separatis atau pihak perompak," kata Effendi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (6/4/2016).
Seharusnya, menurut Effendi, pemerintah bisa mengerahkan terlebih dahulu seluruh kemampuannya untuk membebaskan 10 WNI. (Baca: Indonesia Utamakan Keselamatan 10 WNI yang Disandera Abu Sayyaf)
Terlebih lagi, kata dia, Indonesia memiliki TNI yang kemampuannya sangat mumpuni untuk melakukan operasi pembebasan sandera.
Effendi mengakui, pihak Filipina menolak militer Indonesia masuk ke daerahnya. Namun, semua itu masih bisa diupayakan dengan lobi dari Kementerian Luar Negeri. (Baca: Luhut: Filipina Turunkan Tiga Batalion Kepung Abu Sayyaf)
"Bayangkan nanti TNI hanya menjemput di perbatasan membawa pulang. Kalau tugas penjemputan, PMI saja dan relawan cukup karena sudah bebas dan diberi uang tebusan. Jadi, negara kita dalam kategori turut nego dengan teroris," ucap politisi PDI Perjuangan itu.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan sebelumnya mengatakan, perusahaan pemilik kapal akan memenuhi uang tebusan. (Baca: Perusahaan Akan Beri Uang Tebusan Rp 14,3 Miliar ke Kelompok Abu Sayyaf)
"Perusahaannya sudah siap bayar," ujar Luhut di kantornya, Senin (4/4/2016).
Meski demikian, Luhut tak menjelaskan kapan uang itu akan diantarkan kepada penyandera anak buah kapal yang semuanya merupakan warga negara Indonesia tersebut. (Baca: Menlu: Kapal Anand 12 Ditemukan di Perairan Lahatdatu)
Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi mengatakan bahwa kapal tongkang Anand 12 yang sempat dibajak telah ditemukan di perairan Lahatdatu, Negara Bagian Sabah, Malaysia.
Kapal tersebut telah ditarik ke Pelabuhan Sabah, Malaysia, dan saat ini berada di tangan Agensi Penguat Kekuasaan Maritim Malaysia (APKMM).