Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Kebandelan" Fahri Hamzah, Kegeraman PKS

Kompas.com - 05/04/2016, 09:03 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Fahri Hamzah, akan melakukan perlawanan atas upaya pemecatan yang dilakukan DPP PKS terhadap dirinya.

Pemecatan tersebut ditengarai karena Fahri telah melakukan "dosa besar" berulang kali sehingga memunculkan kontroversi dan stigma negatif terhadap PKS.

"Kesalahan mahabesar apa yang dilakukan Fahri Hamzah sehingga dia layak dipecat dari semua jenjang keanggotaan? Dari jenjang kader pemula, kader muda, kader madya, hingga kader ahli," protes Fahri saat menyampaikan keterangan di Kompleks Parlemen, Senin (4/4/2016).

DPP PKS sebelumnya menerbitkan Surat Keputusan Nomor 463/SKEP/DPP-PKS/1437 tertanggal 1 April 2016 yang berisi pemecatan Fahri dari semua jenjang partai. Surat tersebut baru diserahkan DPP PKS kepada Fahri pada Minggu (3/4/2016) malam di kediamannya.

Diterbitkannya SK tersebut, menindaklanjuti putusan Majelis Tahkim Nomor 02/PUT/MT-PKS/2016 tertanggal 11 Maret 2016, yang memutuskan bahwa "menerima rekomendasi BPDO yaitu pemberhentian Saudara Fahri Hamzah, SE dari semua jenjang keanggotaan Partai Keadilan Sejahtera".

"Dosa" Fahri Hamzah

Presiden PKS Sohibul Iman menjelaskan, sebelum tindakan tegas terhadap diambil, DPP PKS telah berkomunikasi dengan Fahri pada 1 September 2015.

Komunikasi itu diikuti oleh dirinya, Fahri, dan pimpinan Majelis Syuro PKS. Dalam pertemuan, Majelis Syuro mengingatkan Fahri agar menjaga norma kesantunan dalam berkomunikasi ke publik. Sebab, sejumlah pernyataan Fahri dianggap cukup kontroversial.

Beberapa pernyataan itu di antaranya menyebut anggota DPR "rada-rada bloon" yang berujung pada dijatuhkannya sanksi ringan kepada Fahri oleh MKD, mengatasnamakan DPR dan menyatakan sepakat untuk membubarkan KPK, serta pasang badan untuk tujuh megaproyek DPR yang bukan merupakan arahan DPP.

(Baca: Kisah Perlawanan Fahri Hamzah dari Sanksi Pemecatan PKS)

"Apalagi posisi FH sebagai Wakil Ketua DPR RI akan selalu menjadi perhatian publik dan diasosiasikan oleh sebagian pihak sebagai sikap dan kebijakan PKS," kata Sohibul dalam penjelasannya yang dikutip dari laman www.pks.or.id, Senin (4/4/2016).

Menurut Sohibul, Fahri saat itu bersedia untuk mematuhi keinginan DPP agar lebih santun dalam bertutur kata. Namun, hal itu tidak berlangsung lama.

Fahri kembali mengeluarkan pernyataan bernada kontroversi, seperti terkait rencana kenaikan gaji anggota dan pimpinan DPR serta terkait revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Sohibul menegaskan, DPP PKS sebelumnya menolak wacana kenaikan gaji pejabat negara termasuk anggota dan pimpinan DPR. Begitu pula terkait wacana revisi UU KPK yang sudah beberapa kali sempat bergulir.

Namun, Fahri justru menyebut pihak yang menolak revisi UU KPK "sok pahlawan" dan ingin menutupi borok yang dimiliki. Sikap tersebut, dianggap bertolak belakang dengan sikap DPP PKS.

"Padahal di saat yang sama WKMS (Wakil Ketua Majelis Syuro) dan Presiden PKS telah secara tegas menolak revisi UU KPK. Silang pendapat yang terbuka antara FH dengan Pimpinan Partai ini tentunya mengundang banyak pertanyaan di publik dan juga dari internal kader PKS," ujar dia.

(Baca: Ini Tanggapan DPP PKS soal Tuduhan Kejanggalan Pemecatan Fahri Hamzah)

Melihat kesalahan yang berulang, Majelis Syuro kemudian meminta Fahri untuk mengundurkan diri dari jabatan Wakil Ketua DPR pada 23 Oktober 2015. Hal itu dimungkinkan sesuai dengan UU Nomor 17 Tahun 2014 jo UU Nomor 42 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD.

Fahri saat itu disebut bersedia mengundurkan diri. Namun, ia meminta waktu untuk menyiapkan alasan pengunduran diri yang akan dilayangkan melalui surat kepada DPR.

Selain itu, lantaran adanya kesibukan tugas kedewanan, ia meminta agar pengunduran diri itu dilakukan pada pertengahan Desember 2015. DPP PKS, sebut Sohibul, saat itu sempat setuju. Namun tak selang berapa lama, pola komunikasi Fahri justru tak berubah.

Dalam kasus 'papa minta saham' yang melibatkan Ketua DPR saat itu, Setya Novanto, Fahri justru mengeluarkan pernyataan yang tidak proporsional dan kontraproduktif bagi partai.

"Bahkan FH juga melontarkan pendapat-pendapatnya ke publik menyangkut materi persidangan MKD sehingga terkesan mengintervensi proses persidangan di MKD DPR RI. Hal ini semakin menunjukkan FH tidak melaksanakan komitmennya sebagaimana yang telah disampaikan kepada Pimpinan Partai sejak tanggal 1 September 2015," ujar Sohibul.

Halaman:


Terkini Lainnya

Jokowi Teken Keppres, Tunjuk Bahlil Jadi Ketua Satgas Percepatan Swasembada Gula

Jokowi Teken Keppres, Tunjuk Bahlil Jadi Ketua Satgas Percepatan Swasembada Gula

Nasional
Anak Buah SYL Disebut Temui Ahmad Ali saat Penyelidikan Kasus Kementan di KPK

Anak Buah SYL Disebut Temui Ahmad Ali saat Penyelidikan Kasus Kementan di KPK

Nasional
Halalbihalal Merawat Negeri

Halalbihalal Merawat Negeri

Nasional
Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

Nasional
Kasasi KPK Dikabulkan, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

Kasasi KPK Dikabulkan, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

Nasional
Penetapan Presiden di KPU: Prabowo Mesra dengan Anies, Titiek Malu-malu Jadi Ibu Negara

Penetapan Presiden di KPU: Prabowo Mesra dengan Anies, Titiek Malu-malu Jadi Ibu Negara

Nasional
Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Nasional
Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Nasional
Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Nasional
Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Nasional
2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

Nasional
Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com