Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Empat Faktor Ini Sebabkan Pejabat Negara Malas Buat LHKPN

Kompas.com - 23/03/2016, 17:59 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch, Indonesia Parliamentary Center serta Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi mencatat, setidaknya ada empat hal yang melatarbelakangi banyaknya anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang masih tidak patuh dalam melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

Peneliti ICW Almas Sjafrina menyebutkan, alasan pertama yakni rendahnya komitmen anggota dewan untuk menjadi penyelenggara negara yang jujur dan transparan.

"Laporan KPK, hanya sekitar 60 persen yang melaporkan LHKPN. Ini menunjukkan ketidakpatuhan atau kemalasan anggota DPR untuk melapor," ujar Almas di Kantor ICW, Kalibata, Rabu (23/3/2016).

Kesibukan dan kelalaian dinilai tak bisa menjadi alasan. Pasalnya, anggora DPR periode 2014-2019 sudah hampir dua tahun menjabat.

Alasan kedua yaitu tidak bekerjanya partai politik dalam mengawasi kadernya di DPR. Almas menuturkan, anggota DPR dicalonkan oleh partai politik pada pemilu legislatif, sehingga sudah seharusnya partai mengawasi dan memastikan kadernya menjadi penyelenggara negara yang baik dan patuh terhadap Undang-Undang.

(Baca: Gerindra, Nasdem, dan Hanura Jadi Fraksi yang Anggotanya Paling Sedikit Lapor LHKPN)

"Kami melihat parpol tidak mengingatkan kadernya di DPR untuk menjadi kader sekaligus anggota DPR yang baik dan penyelenggara negara yang bersih," imbuh dia.

Alasan ketiga yaitu lemahnya sanksi yang dijatuhkan apabila kewajiban melapor LHKPN dilanggar. Almas menuturkan, pelru diatur sanksi yang dapat memaksa hingga membuat penyelenggara negara jera jika tak melapor LHKPN.

"Seperti pengumuman nama yang bersangkuran kepada publik, penundaan pemberian tunjangan atau gaji, penundaan naik jabatan, larangan menduduki jabatan strategis atau pimpinan, denda hingga pencopotan dari jabatan," papar Almas.

(Baca: ICW Minta KPK Segera Umumkan Anggota DPR yang Belum Laporkan LHKPN)

Adapun penyebab terakhir, adalah tidak terintegrasinya kewajiban melapor LHKPN dengan Undang-undang terkait lainnnya. Salah satunya UU Pemilu Legislatif.

Almas menuturkan, pada Pasal 5 UU Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN, LHKPN tak hanya wajib dilaporkan setelah penyelenggara negara yang bersangkutan menjabat, tapi juga sebelum menjabat.

Namun demikian, pelaporan LHKPN belum menjadi satu syarat bagi seorang anggota legislatif untuk menjadi anggota legislatif.

"Beda seperti Pilkada kemarin. Pejabat daerah diwajibkan. Ini belum terjadi di Pileg," kata Almas.

"Laporan KPK, hanya sekitar 60 persen yang melaporkan LHKPN. Ini menunjukkan ketidakpatuhan atau kemalasan anggota DPR untuk melapor," ujar Almas di Kantor ICW,

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Prabowo Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Prabowo Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Nasional
Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Nasional
CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

Nasional
PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

Nasional
Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com