Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Syarat Calon Independen Diminta Diturunkan agar Muncul Banyak Pilihan

Kompas.com - 22/03/2016, 17:28 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti dari Lembaga Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif (KoDe Inisiatif) Veri Junaidi mengatakan, fenomena munculnya calon independen memberikan dampak positif kepada masyarakat.

Masyarakat dimungkinkan untuk memiliki beberapa alternatif pilihan pemimpin. Sudah seharusnya pemilih diberikan banyak peluang dan pilihan.

Oleh karena itu, ia mengusulkan Pemerintah dan DPR menurunkan syarat dukungan bagi calon perseorangan dalam revisi UU Pilkada.

Syarat saat ini, yakni mendapat dukungan sebesar 6,5 persen sampai 10 persen dari daftar pemilih. Syarat itu diharapkan diturunkan menjadi 2 persen hingga 5 persen dari daftar pemilih. (baca: Fenomena Calon Independen Dianggap Menakutkan bagi Parpol)

Penurunan syarat ini, menurut Veri, akan memunculkan lebih banyak figur pemimpin baru yang bisa menjadi pilihan masyarakat dan meminimalkan munculnya calon tunggal dalam Pilkada.

"Sekarang masyarakat memilih dengan melihat figurnya. Bisa memberikan harapan atau tidak, apa yang sudah ia kerjakan dan apa prestasinya dalam pemerintahan," ujar Veri dalam diskusi yang bertajuk 'Perihal Calon Perseorangan dan Revisi UU Pilkada' di kantor Perludem, Jakarta Selatan, Selasa (22/3/2016).

Selain itu, Veri berpendapat, revisi UU Pilkada yang sedang berlangsung di DPR harus dipikirkan secara jangka panjang. (baca: Di Depan Ahok, Surya Paloh Sindir Parpol yang Mau Hambat Calon Independen)

Menaikkan ambang batas syarat dukungan calon perseorangan dinilai bukan langkah yang baik dalam merevisi UU, karena juga akan membawa pengaruh di daerah.

Menurut dia, revisi UU Pilkada harus komprehensif agar bermanfaat jangka panjang, tidak dimaksudkan untuk menjegal salah satu pasanan calon saja. (baca: Sempat Coba Jalur Independen, Yusril Kini Cari Dukungan Parpol)

"Oleh karena itu, revisi harus didesain untuk jangka panjang. Urusannya tidak hanya untuk Jakarta. Tidak relevan mengatur ambang batas pencalonan jika diterapkan di daerah," tegasnya.

Ia menambahkan, partai politik sebaiknya melakukan evaluasi dan pembenahan terkait mekanisme penjaringan calon peserta Pilkada dalam menghadapi fenomena munculnya calon perseorangan.

Selama ini, Parpol dianggap terlalu nyaman dengan kondisi politik sebelum munculnya fenomena calon independen. (baca: Ahmad Dhani: Ahok Tidak Independen dari Konglomerat)

"Mau tidak mau ada kompetisi. Jika ingin mengimbangi dan merebut simpati masyarakat, Parpol harus melakukan evaluasi dan berbenah diri," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com