Menurut dia, ada ketidakadilan antara taksi konvensional dan taksi berbasis aplikasi.
"Dengan adanya demo yang sangat luar biasa ini kan para sopir ingin keadilan dan persamaan hak," kata Nizar saat dihubungi, Selasa (21/3/2016).
Nizar mengatakan, selama ini Uber dan GrabCar beroperasi hanya sebagai aplikasi online, bukan sebagai perusahaan yang melayani transportasi.
Sementara, taksi konvensional beroperasi dengan mengantongi berbagai perizinan berupa Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), tanda daftar perusahaan, hingga Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
"Kenapa dia tidak mendapatkan keadilan dari pemerintah? Sementara taksi ilegal yang tidak membayar pajak, yang tidak terdaftar, yang tidak mewajibkan uji KIR oleh pemerintah dimanjakan. Di mana rasa keadilan itu?" ujar Nizar.
Nizar pun menilai lebih baik jika pemerintah segera menutup aplikasi Uber dan GrabCar. Pemerintah harus konsisten menegakkan undang-undang 22 tahun 2009 tentang lalu lintas angkutan jalan.
"Bagi perusahaan yang belum mempunyai 9 izin yang termaktub dalam undang-undang itu, wajib ditutup, tidak boleh dia melaksanakan usaha jasa transportasi," ujar Nizar.
Namun, ia menekankan, aksi para sopir taksi hendaknya dilakukan secara damai.
Dia berharap, sopir taksi konvensional bisa menahan diri dalam menyampaikan tuntutannya.
"Saya mohon agar para sopir yang melakukan tindakan anarkistis sweeping atau merugikan orang lain, saya mohon tidak dilaksanakan," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.