JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Laode M Syarif, meminta Komisi Pemilihan Umum untuk lebih ketat dalam verifikasi pelaporan dana kampanye yang diserahkan pasangan calon pemilihan kepala daerah.
Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan pada pelaksanaan Pilkada 2015 lalu, KPK masih menemukan Laporan Awal Dana Kampanye yang tidak mencakup informasi yang diwajibkan dalam Peraturan KPU Nomor 8 tahun 2015.
Begitu pula dengan Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye dan Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye yang tidak mencakup informasi yang diwajibkan.
"Ada banyak laporan itu yang tidak dilakukan verifikasi," kata Laode, dalam rapat Evaluasi Persayaratan Calon Pilkada tahun 2015, di gedung KPU RI, Jakarta Pusat, Senin (21/3/2016).
Selain banyak laporan penerimaan dana kampanye yang tidak sesuai dengan Peraturan KPU namun lolos verifikasi, KPK melihat bahwa laporan yang dibuat semata untuk memenuhi syarat.
"Sepertinya selama ini hanya dibuat untuk memenuhi syarat administasi saja. Kebenarannya kurang diperhatikan," ujar Laode.
Lebih lanjut ia menjelaskan, ada cakupan-cakupan informasi yang tidak terdapat dalam pelaporan dana kampanye pasangan calon.
Informasi itu seperti sumber perolehan saldo awal, rincian perhitungan penerimaan dan pengeluaran yang diperoleh sebelum pembukaan Rekening Khusus Dana Kampanye dan penerimaan sumbangan yang bersumber dari Pasangan Calon, Partai Politik atau Gabungan Partai Politik.
"Banyak nama penyumbang dana yang tidak diverifikasi. Banyak yang fiktif dan banyak yang tidak masuk dalam laporan," ucapnya.
Hal tersebut, menurut Laode, terjadi karena lemahnya implementasi aturan dan tidak adanya mekanisme pengawasan yang ketat di daerah.
Selain itu, ia mengusulkan kepada KPU agar laporan penerimaan dana kampanye juga harus memuat dana sebelum dan sesudah kampanye dilakukan. Dengan demikian tidak hanya mengakomodir dalam masa kampanye.
Di akhir evaluasi ia pun menyoroti persoalan yang selama ini menjadi keresahan KPK. Laode mengimbau masyarakat agar lebih jeli dan tidak memilih calon pasangan Pilkada yang sebelumnya pernah menjadi terpidana kasus korupsi.
"Mungkin enggak mantan terpidana korupsi tidak bisa mencalonkan, karena faktanya masih ada saja yang terpilih menjadi kepala daerah. Harusnya ada pencabutan hak politik," tuturnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.