JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Agung HM Prasetyo enggan memikul sendirian beban penyelesaian perkara pelanggaran HAM berat. Ia meminta agar pihak lain juga terlibat dalam menuntaskan sejumlah masalah itu.
"Masalah pelanggaran HAM berat itu bukan hanya tugas dan monopoli dari kejaksaan," ujar Prasetyo di Jakarta, Jumat (11/3/2016).
Semestinya, kata Prasetyo, Komnas HAM memberi solusi cara menuntaskan penanganan pelanggaran HAM berat. Begitu juga dengan DPR untuk memberi masukan kepada Kejagung.
"Jadi jangan salahkan kejaksaan saja. Tanya juga yang lain, ya termasuk juga DPR," kata Prasetyo.
Prasetyo sepakat jika peradilan HAM Adhoc dibentuk. Namun, Kejagung tak bisa membentuknya sendirian. Selama peradilan tersebut belum dibentuk, kata Prasetyo, langkah Kejagung pun terhambat.
"Makanya bukan melulu tanggung jawab dari jaksa yang lain juga tentunya harus bersama sama memikirkan menyelesaikan perkara ini," kata Prasetyo.
Sebelumnya, Prasetyo diadukan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) ke Komisi Kejaksaan.
Kejaksaan Agung dianggap tak mampu menuntaskan penanganan kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu. Saat ini, Kejagung masih memiliki beberapa utang penanganan perkara terkait HAM.
(Baca: Kontras Adukan Jaksa Agung Terkait Pelanggaran HAM Masa Lalu)
Setidaknya, ada tujuh kasus pelanggaran HAM berat yang sedang ditangani kejaksaan. Ketujuh kasus itu adalah Trisakti, Semanggi 1, Semanggi 2, Wasior, Talangsari, kasus 1965, dan penembakan misterius (petrus).
Kejaksaan Agung mengupayakan penyelesaian kasus-kasus tersebut melalui rekonsiliasi karena alat bukti sulit ditemukan, dan pelaku dianggap sudah tidak ada (meninggal dunia).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.