Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diusir dari Istana, Soekarno Kehilangan Harta dan Hidup dari Bantuan Orang Lain

Kompas.com - 11/03/2016, 09:19 WIB
Indra Akuntono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Situasi politik nasional pasca-terbitnya Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) 1966 mengalami banyak perubahan. Khususnya untuk Presiden Soekarno yang kekuasaannya berkurang secara perlahan dan berpindah ke tangan Presiden Soeharto.
 
Tidak hanya kekuasaan yang berkurang dan menghilang, kondisi kehidupan Soekarno juga berubah drastis.

Kisah kehidupan Soekarno pasca-Supersemar dituturkan oleh salah satu mantan ajudannya, Sidarto Danusubroto. Sidarto adalah anggota kepolisian yang menjadi ajudan terakhir Bung Karno.

 
Saat dijumpai Kompas.com di kediamannya, Jakarta Selatan, Minggu (6/3/2016), Sidarto mengungkapkan bahwa masa peralihan kekuasaan dari Soekarno kepada Soeharto berjalan panjang.

Ia menyadari posisinya sebagai ajudan Soekarno di tengah kondisi politik yang tidak stabil akan menuai risiko.


Sidarto mengawal Soekarno sebagai Presiden hanya dua pekan, 6-20 Februari 1967. Setelah itu, kekuasaan beralih kepada Jenderal Soeharto.
 
Di masa-masa itu, Sidarto tetap menjadi ajudan Soekarno meski statusnya disebut sebagai "Presiden nonaktif." Ia kerap mendampingi Soekarno dalam berbagai kegiatan. 
 
Sidarto juga menyaksikan saat Soekarno tidak diperbolehkan masuk ke Istana sekembalinya dari berkeliling Jakarta, sekitar Mei 1967. Ketika itu, Sidarto baru saja mendampingi Soekarno menyantap sate ayam di pinggir pantai Priok atau Cilincing, Jakarta Utara.
 
Sejak saat itu, Soekarno dikenai tahanan kota dan menetap di Wisma Yaso (sekarang Museum Satria Mandala, Jakarta) sampai akhir 1967. 

Tak punya uang untuk berobat
 
Dalam buku Memoar Sidarto Danusubroto Ajudan Bung Karno yang ditulis Asvi Warman Adam, Sidarto mengungkapkan bahwa pasca-Supersemar, Soekarno semakin tidak berdaya.

Sang proklamator pun tidak mendapat kejelasan mengenai pembayaran gaji serta uang pensiun seorang Presiden.

Sampai pada di satu titik, Soekarno kehabisan uang untuk pegangan atau sekadar untuk menutup keperluan hidup selama menjadi tahanan kota di Wisma Yaso.

 
Sidarto masih ingat ketika Soekarno memintanya mencarikan uang. 
 
"Ini tidak mudah karena saat itu orang takut berhubungan dengan Soekarno," ungkap Sidarto.
 
Soekarno lalu meminta Sidarto menemui mantan pejabat rumah tangga Istana Merdeka, Tukimin. Dari Tukimin, Sidarto berhasil memeroleh uang tunai 10.000 dollar AS untuk diberikan kepada Soekarno.
 
Selanjutnya, Sidarto mencari cara agar uang tersebut lolos dari pemeriksaan penjaga dan sampai ke tangan Soekarno. Ia lalu memasukkan uang itu ke dalam kaleng biskuit dan meminta Megawati Soekarnoputri menyerahkannya kepada Soekarno.
 
"Megawati yang mengantarkannya, dan bisa lolos," ucap Sidarto.
 
Selama menjadi ajudan Soekarno, Sidarto sempat menyaksikan beberapa upacara kenegaraan termasuk proses penyerahan kekuasaan eksekutif dari Soekarno kepada Soeharto pada 20 Februari 1967. Sejak saat itu, secara de facto dan de jure kekuasaan berpindah dari Soekarno ke Soeharto.
 
Selain tidak mendapatkan uang dari negara, semua fasilitas kenegaraan juga dibatasi ketat untuk Soekarno. Termasuk fasilitas dokter kepresidenan untuk memeriksa kesehatannya.
 
Pada awal 1968, Soekarno dikenai tahanan rumah dan dibatasi aktivitasnya termasuk untuk bertemu keluarga.
 
Sidarto ditarik dari posisinya sebagai ajudan Soekarno oleh Polri Pada 23 Maret 1968. Kondisi kesehatan Soekarno yang semakin menurun dianggap lebih memerlukan dokter ketimbang ajudan. Pada 21 Juni 1970, Soekarno meninggal dunia.

Selanjutnya: Karir Sidarto terhalang
 
Karir Sidarto terhalang

Setelah tak lagi menjadi ajudan Soekarno, Sidarto kembali ke satuannya di Polri. Dia pun sempat mengikut pendidikan Seskopol di Lembang pada Februari 1970. Selepas pendidikan itu, Sidarto justru diinterogasi oleh Tenning Polsat (Tim Screening Kepolisian Pusat) atau Teperpu (Tim Pemeriksa Pusat).

Interogasi itu berlangsung selama empat tahun. Pada saat itu, semua yang dianggap "berbau" Soekarno atau diangap "kiri" tidak luput dari interogasi.

 
Teperpu ingin menggali informasi dari Sidarto, khususnya mengenai pihak yang merekomendasikannya menjadi ajudan Soekarno, dan pertemuan-pertemuan dengan para pendukung Soekarno.
 
Selama masa interogasi, Sidarto tidak diizinkan keluar kota. Kariernya pun disumbat dan tidak dapat menduduki jabatan operasional selama belum mendapatkan clearence dari Mabes Polri.
 
Baru pada akhir 1973, Sidarto mendapat clearence saat Kapolri dijabat Jenderal Moh Hasan. Selanjutnya meski secara perlahan, karier dan pangkat Sidarto mulai mengalami kenaikan.
 
Sidarto sempat menjabat Kapolres Tangerang, Kepala Staf Komapta Polri, Wakapolda Jawa Barat, dan lainnya.
 
Hari ini, 50 tahun sudah Supersemar diterbitkan. Sebuah dokumen penting yang menjadi kunci peralihan kekuasaan yang secara dramatis terjadi dari Presiden Soekarno kepada Presiden Soeharto.

Misteri terus menggelayuti soal penafsiran Supersemar, sehingga naskah asli dokumen itu terus diburu untuk mencari kebenaran sejarah.

Meski banyak tanda tanya, namun peristiwa Supersemar menjadi puncak karir Soeharto yang sebelumnya dianggap sebelah mata di Angkatan Darat dan menjadi titik kejatuhan Bung Karno.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

Nasional
Yusril Sebut Kekalahan Prabowo di Aceh Mentahkan Dugaan 'Cawe-cawe' Pj Kepala Daerah

Yusril Sebut Kekalahan Prabowo di Aceh Mentahkan Dugaan "Cawe-cawe" Pj Kepala Daerah

Nasional
Kejagung Kembali Sita Mobil Milik Harvey Moeis, Kini Lexus dan Vellfire

Kejagung Kembali Sita Mobil Milik Harvey Moeis, Kini Lexus dan Vellfire

Nasional
Yusril Harap 'Amicus Curiae' Megawati Tak Dianggap Tekanan Politik ke MK

Yusril Harap "Amicus Curiae" Megawati Tak Dianggap Tekanan Politik ke MK

Nasional
Soal Peluang Rekonsiliasi, PDI-P: Kami Belum Bisa Menerima Perlakuan Pak Jokowi dan Keluarga

Soal Peluang Rekonsiliasi, PDI-P: Kami Belum Bisa Menerima Perlakuan Pak Jokowi dan Keluarga

Nasional
IKN Teken Kerja Sama Pembangunan Kota dengan Kota Brasilia

IKN Teken Kerja Sama Pembangunan Kota dengan Kota Brasilia

Nasional
Yusril Sebut 'Amicus Curiae' Megawati Harusnya Tak Pengaruhi Putusan Hakim

Yusril Sebut "Amicus Curiae" Megawati Harusnya Tak Pengaruhi Putusan Hakim

Nasional
ICW Dorong Polda Metro Dalami Indikasi Firli Bahuri Minta Rp 50 M Ke SYL

ICW Dorong Polda Metro Dalami Indikasi Firli Bahuri Minta Rp 50 M Ke SYL

Nasional
Sertijab 4 Jabatan Strategis TNI: Marsda Khairil Lubis Resmi Jabat Pangkogabwilhan II

Sertijab 4 Jabatan Strategis TNI: Marsda Khairil Lubis Resmi Jabat Pangkogabwilhan II

Nasional
Hasto Beri Syarat Pertemuan Jokowi-Megawati, Relawan Joman: Sinisme Politik

Hasto Beri Syarat Pertemuan Jokowi-Megawati, Relawan Joman: Sinisme Politik

Nasional
Menerka Nasib 'Amicus Curiae' di Tangan Hakim MK

Menerka Nasib "Amicus Curiae" di Tangan Hakim MK

Nasional
Sudirman Said Akui Partai Koalisi Perubahan Tak Solid Lagi

Sudirman Said Akui Partai Koalisi Perubahan Tak Solid Lagi

Nasional
Puncak Perayaan HUT Ke-78 TNI AU Akan Digelar di Yogyakarta

Puncak Perayaan HUT Ke-78 TNI AU Akan Digelar di Yogyakarta

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Sudirman Said Berharap MK Penuhi Rasa Keadilan

Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Sudirman Said Berharap MK Penuhi Rasa Keadilan

Nasional
Sejauh Mana 'Amicus Curiae' Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Sejauh Mana "Amicus Curiae" Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com