Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Batasan Tidak Jelas, Pembuat Dokumen Dapat Dipidana di Draf RUU Anti-terorisme

Kompas.com - 07/03/2016, 07:48 WIB
JAKARTA, KOMPAS - Pasal 12B Ayat (2) rancangan draf Undang-Undang Terorisme yang mengatur tentang ancaman pidana bagi mereka yang hasil karyanya digunakan untuk pelatihan terorisme disinyalir mengancam hak berekspresi warga negara.

Selain multitafsir dan batasannya tidak jelas, unsur pasal ini juga hanya bertumpu pada probabilitas.

Pasal tersebut berbunyi setiap orang yang membuat, mengumpulkan, dan/atau menyebarluaskan tulisan atau dokumen, baik tertulis maupun digital yang diketahui atau patut diketahuinya digunakan atau yang akan digunakan untuk pelatihan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama dua belas tahun.

Adapun pelatihan yang dimaksud pada Ayat (1) adalah pelatihan militer, paramiliter, atau pelatihan lain untuk merencanakan, mempersiapkan, atau melakukan terorisme.

Menurut Koordinator Peneliti Imparsial, Ardimanto Adiputra, terdapat sejumlah unsur pasal yang mengancam kebebasan berekspresi karena multitafsir dan tidak ada batasan yang rigid.

Pertama, unsur "dokumen", yang tidak dijelaskan lebih lanjut mengenai batasan konten atau bentuknya.

"Mungkin saja seseorang menulis tentang hal yang tidak terkait dengan terorisme, tetapi dipergunakan dalam pelatihan. Apakah itu berarti dia dipidana?" tutur Ardimanto, Sabtu (5/3/2016), di Jakarta.

Kedua, unsur "diketahui atau patut diketahui digunakan atau akan digunakan untuk pelatihan terorisme".

Selain tidak rigid, menurut Ardimanto, unsur ini juga tidak jelas berbicara mengenai kemungkinan yang tidak diketahui oleh pembuat dokumen. Sebab, tidak ada yang bisa tahu apakah informasi yang dibuat atau disebarkannya dapat digunakan oleh teroris untuk pelatihan.

Ardimanto menilai, pasal ini berbahaya bagi pengguna internet, sosial media, dan pekerja jurnalistik yang mengekspresikan ide mereka melalui tulisan. Padahal, hak berekspresi adalah hak asasi yang dijamin oleh konstitusi dan peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Rentan pelanggaran HAM

Direktur Eksekutif Imparsial Al Araf menyatakan, Pasal 12B berpotensi ditafsirkan sepihak oleh pemegang kekuasaan dan karenanya rentan terhadap pelanggaran hak asasi manusia.

Selain Pasal 12B, pasal yang rentan terhadap pelanggaran HAM adalah Pasal 25 mengenai pengaturan masa penahanan, Pasal 28 mengenai penangkapan, serta Pasal 43A Ayat (1) yang mengatur mengenai pencegahan tindak pidana terorisme.

Pasal yang sama sekali tidak memiliki dasar adalah Pasal 43A yang memberikan kewenangan bagi penyidik atau penuntut umum untuk membawa atau menempatkan terduga teroris ke tempat tertentu dalam wilayah hukumnya paling lama enam bulan.

"Ini adalah bentuk penyekapan. Hukum pidana Indonesia tidak mengenal upaya hukum seperti ini," ujarnya.

Ia menyatakan, harus ada pembatasan terhadap hak aparat penegak hukum. Sebab, pasal ini memungkinkan adanya penangkapan sewenang-wenang tanpa alat bukti yang cukup.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

MK Minta Sirekap Dikembangkan Lembaga Mandiri, KPU Singgung Kemandirian Penyelenggara Pemilu

MK Minta Sirekap Dikembangkan Lembaga Mandiri, KPU Singgung Kemandirian Penyelenggara Pemilu

Nasional
Pelajaran Berharga Polemik Politisasi Bansos dari Sidang MK

Pelajaran Berharga Polemik Politisasi Bansos dari Sidang MK

Nasional
Prabowo-Gibran Akan Pidato Usai Ditetapkan KPU Hari Ini

Prabowo-Gibran Akan Pidato Usai Ditetapkan KPU Hari Ini

Nasional
Penetapan Prabowo-Gibran Hari Ini, Ganjar: Saya Belum Dapat Undangan

Penetapan Prabowo-Gibran Hari Ini, Ganjar: Saya Belum Dapat Undangan

Nasional
Prabowo-Gibran Sah Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Bakal Dilantik 20 Oktober 2024

Prabowo-Gibran Sah Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Bakal Dilantik 20 Oktober 2024

Nasional
[POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | 'Dissenting Opinion' Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

[POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | "Dissenting Opinion" Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

Nasional
Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Nasional
Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com