JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) diminta mencabut surat edaran yang melarang lembaga penyiaran menampilkan adegan pria dengan gaya perempuan. Surat edaran Nomor 203/K/KPI/02/16 dianggap diskriminatif dan menggerus asas keberagaman.
"KPI melakukan diskriminasi dengan memberi penekanan bahwa tindakan keperempuanan adalah hal yang tidak baik," kata Koordinator Koalisi Keberagaman Penyiaran Indonesia, Asep Komarudin, di depan Kantor KPI, Jakarta, Selasa (1/3/2016).
Selain itu, edaran KPI juga dianggap membatasi ruang berekspresi dan identitas jender di lembaga penyiaran.
(Baca: KPI: Masyarakat Makin Gelisah, Aksi "Pria Kewanita-wanitaan" Dilarang)
Asep khawatir, edaran KPI itu dijadikan alat legitimasi untuk melakukan tindakan diskriminasi terhadap individu dengan identitas dan ekspresi jender berbeda.
"KPI harus cabut edaran itu karena melakukan generalisasi keberagaman dengan stereotip yang merendahkan perempuan," ujarnya.
Asep menuturkan bahwa Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran menjamin penyiaran berdasarkan keberagaman dan kebebasan yang bertanggung jawab.
(Baca: Larangan KPI tentang "Pria Kewanita-wanitaan" Dinilai Memojokkan)
Jika ingin melindungi anak-anak dari dampak negatif tayangan lembaga penyiaran, kata Asep, KPI seharusnya memberikan tayangan edukatif untuk mengenal keberagaman jender secara komprehensif.
"Dengan demikian, mendapatkan pemahaman, menumbuhkan empati, bukan menanamkan kebencian," kata dia.
Kedatangan anggota Koalisi Kebebasan Penyiaran Indonesia itu diterima oleh beberapa komisioner KPI, salah satunya Rahmat Arifin. Seluruh aspirasi yang disampaikan kepada KPI akan menjadi bahan masukan.
"Nanti akan kami sampaikan masukan dari masyarakat dalam rapat pleno," kata Rahmat.
KPI sebelumnya melarang lembaga penyiaran menayangkan program siaran yang menampilkan "pria yang kewanitaan". (Baca: Ini Alasan KPI Larang Stasiun TV Tayangkan Sosok "Pria yang Kewanitaan")
Surat edaran tersebut ditandatangani Ketua KPI Pusat Judhariksawan dan ditujukan kepada semua direktur utama lembaga penyiaran di Indonesia.
"Siaran dengan muatan demikian dapat mendorong anak untuk belajar dan atau membenarkan perilaku tidak pantas tersebut sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari," demikian petikan isi surat edaran tersebut.