Hal tersebut perlu dilakukan untuk menekan tindakan sewenang-wenang polisi. Sebab, dalam penegakan hukum harus ada kontrol.
"Misalnya ketika ada kesalahan dalam penegakan hukum, maka penegak hukumnya dikoreksi dan dihukum atas kesalahannya," kata Haris dalam diskusi di Jakarta, Minggu (28/2/2016).
Menurut Haris, semestinya Kapolri mengeluarkan Peraturan Kapolri khusus mengenai hal itu.
Peraturan khusus tersebut menyatakan jika dalam penegakan hukum yang dilakukan polisi menyebabkan korban salah tangkap meninggal, maka polisi yang bersangkutan harus dihukum.
"Yang di kepala mereka, teroris itu harus dibunuh," ujar Haris. Oleh karena itu, Haris menganggap kinerja polisi harus dievaluasi.
Jangan sampai hukum yang diterapkan sudah baik, namun kelemahan terletak pada aparat penegak hukumnya, lanjut dia.
Pendapat senada diutarakan anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Arsul Sani. Dia menganggap perlu adanya rehabilitasi bagi polisi yang salah menggunakan kewenangannya saat bekerja.
"Saya dalam konteks perlindungan HAM, minta lex spesialis. Kalo aparat hukum salah mengidentifikasi, salah tangkap, salah tahan, salah tembak salah aniaya harus ada ketentuan rehabilitasi dan kompensasi," kata Arsul.
Poin tersebut akan Arsul ajukan saat pembahasan revisi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme di DPR nantinya.
Saat ini, draf revisi itu telah diserahkan oemerintah kepada DPR. Setidaknya ada enam poin perubahan yang hendak diusulkan pemerintah kepada DPR.
Pertama, dari sisi penangkapan dan penahanan, akan ditambah waktunya. Kedua, dalam hal penyadapan, izin yang dikeluarkan diusulkan cukup berasal dari hakim pengadilan saja. Saat ini, yang berlaku yaitu izin penyadapan dari ketua pengadilan negeri.
Ketiga, pemerintah mengusulkan agar penanganan kasus dugaan tindak pidana terorisme diperluas. Aparat diusulkan sudah dapat mengusut terduga teroris sejak mereka mempersiapkan aksi.
Keempat, pemerintah juga mengusulkan agar WNI yang mengikuti pelatihan militer teror di luar negeri dapat dicabut paspornya.
Kelima, perlu adanya pengawasan terhadap terduga dan mantan terpidana teroris. Keenam, pengawasan yang bersifat resmi ini juga harus dibarengi dengan proses rehabilitasi secara komprehensif dan holistik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.