JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur PT Citra Gading Asritama, Ichsan Suaidi, disebut pernah merasa diperlakukan tidak adil saat menjalani proses hukum terkait kasus korupsi pembangunan Dermaga Labuhan Haji di Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Saat itu, Ichsan bahkan merasa dirinya sebagai korban kriminalisasi.
Hal tersebut diungkapkan Otto Bismarck, pengacara yang mendampingi Ichsan hingga ke tingkat banding di Pengadilan Tinggi Mataram, NTB.
"Ada background bahwa dia (Ichsan) merasa tidak mendapat keadilan, terjadi kriminalisasi dari tahap penyidikan sampai persidangan dan sampai sekarang," ujar Otto saat ditemui seusai diperiksa di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Jumat (26/2/2016).
Menurut Otto, dalam pembangunan Dermaga Labuhan Haji tersebut, Ichsan sebenarnya merasa memiliki hak untuk mendapat keuntungan.
Menurut Otto, hasil audit yang dilakukan Kabupaten Lombok Timur menunjukkan bahwa PT Citra Gading Asritama yang dipimpin Ichsan, berhak menerima pembayaran sebesar Rp 11 miliar.
Namun, saat dilakukan audit dan penyidikan oleh Kejaksaan Tinggi NTB, ditemukan adanya kerugian negara yang mencapai lebih dari Rp 4 miliar dalam proyek pembangunan tersebut.
"Padahal, proyek itu diaudit dengan melibatkan BPKB serta ahli dari Universitas Mataram, tetapi kok hasil bisa beda, padahal permintaan audit claim dari Pemerintah di Lombok," kata Otto.
Tempuh upaya hukum
Kasus yang melibatkan Ichsan dan dua orang lainnya akhirnya sampai ke Pengadilan Negeri Mataram.
Ichsan beserta dua orang lainnya, yakni Lalu Gafar Ismail dan Muhammad Zuhri diputus bersalah dan dijatuhkan hukuman 1 tahun dan 6 bulan penjara.
Tak puas dengan putusan tersebut, ketiganya lalu mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Mataram. Namun, bukannya dibebaskan, ketiganya malah dijatuhi hukuman 3 tahun penjara dan denda Rp 200 juta.
Tak sampai di situ, Ichsan beserta dua orang lainnya kemudian menempuh upaya hukum lewat jalur kasasi di Mahkamah Agung. Namun, upaya untuk meringankan hukuman kembali gagal.
Oleh Hakim Agung, Ichsan divonis pidana penjara selama 5 tahun dan membayar denda Rp 200 juta subsidair enam bulan penjara dan dikenakan uang pengganti sebesar Rp 4,46 miliar subsidair 1 tahun penjara.
Ditangkap KPK
Ichsan bersama pengacaranya Awang Lazuardi Embat tertangkap dalam operasi tangkap tangan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat (12/2/2016) malam.
Saat itu, KPK menyita uang Rp 400 juta beserta satu koper lainnya yang berisi uang berjumlah Rp 500 juta.
Ichsan melalui pengacaranya diduga menyuap Kasubdit Kasasi dan Perdata Khusus Mahkamah Agung Andri Tristianto Sutrisna.
Suap tersebut dilakukan untuk menunda pengiriman salinan putusan kasasi perkara korupsi pembangunan pelabuhan di Nusa Tenggara Barat, tahun 2007-2008 dengan Ichsan Suaidi sebagai terdakwa.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.