JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan menilai derasnya penolakan publik terhadap rencana revisi Undang-Undang Nomor 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi muncul karena perbedaan pemahaman.
Ia menjamin revisi itu dilakukan bukan untuk memperlemah kewenangan KPK dalam memberantas korupsi.
Luhut menyampaikan, penolakan publik muncul karena sempat tersiar kabar jika umur KPK akan dibatasi selama 12 tahun, penindakan hanya untuk kasus korupsi di atas Rp 50 miliar, dan kewenangan penyadapan KPK harus dengan izin pengadilan.
Menurut Luhut, tidak ada substansi tersebut jika revisi UU KPK dilakukan. Luhut menegaskan, pembentukan dewan pengawas KPK juga dilakukan untuk mengaudit aktivitas penyadapan yang dilakuka KPK.
Ia memastikan bahwa KPK tidak perlu meminta izin dewan pengawas saat akan melakukan penyadapan.
"Audit dilakukan setelah KPK melakukan penyadapan, post-audit-lah," kata Luhut, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (22/2/2016).
Menurut Luhut, keberadaan dewan pengawas diperlukan untuk memperkuat kinerja KPK. Penunjukkan anggota dewan pengawas dilakukan oleh Presiden.
Terkait rencana memberikan kewenangan menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) kepada KPK, kata Luhut, hal itu juga dilakukan untuk memperkuat penanganan kasus dugaan korupsi.
Kewenangan itu hanya dapat digunakan oleh lima komisioner KPK.
"Jadi kalau dia (tersangka) meninggal, kalau dia paralyze, atau ada alat bukti baru yang ditemukan, dia (komisioner KPK) yang memberikan, bukan presiden atau siapa," ucap Luhut.
Ke depan, pemerintah akan melakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait rencana merevisi UU KPK.
Pemerintah ingin berdialog dengan kelompok masyarakat yang menentang dilakukannya revisi terhadap UU tersebut.
Revisi Undang-Undang KPK menuai penolakan dari publik karena dianggap akan melemahkan pemberantasan korupsi.
Adapun empat poin substansi revisi adalah pembentuka dewan pengawas, kewenangan menerbitkan SP3, penyidik independen, dan perubahan mekanisme penyadapan.
Para pegiat antikorupsi menilai keberadaan dewan pengawas akan menggerus independensi KPK dan menciptakan dualisme kepemimpinan.
Sedangkan kewenangan menerbitkan SP3 dikawatirkan akan dimanfaatkan oknum untuk melakukan "permainan" dalam kasus yang ditangani.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.